Salam Konservasi,


Ini adalah blog dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Blog ini merupakan sarana informasi tentang Taman Nasional Gunung Ciremai, baik dari sisi perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan.
Selain itu kami harapkan blog ini dapat kita jadikan sarana diskusi maupun rembug saran bagi pihak-pihak yang peduli akan keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai.



21 Desember, 2010

PENDAKIAN CIREMAI DITUTUP*)


Berdasarkan data dari BMG, curah hujan di Jawa Barat sampai saat ini masih tinggi bahkan perkiraan hingga bulan Mei 2011, puncaknya adalah Bulan Desember sampai Februari 2011. Atas hal tersebut, demi keamanan maka Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memutuskan untuk MENUTUP JALUR PENDAKIAN MULAI PADA TANGGAL 21 DESEMBER 2010 SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN. Hal ini dikarenakan kondisi cuaca yang tidak menentu. Beberapa minggu lalu, kami sampaikan melalui media ini bahwa pendakian Gunung Ciremai masih dibuka untuk pendakian tahun baru namun karena kondisi cuaca maka Balai TNGC memutuskan untuk menutup jalur pendakian sementara waktu. Selain karena curah hujan tinggi yang memungkinkan adanya badai di puncak Ciremai, beberapa hari lalu telah terjadi hilangnya pendaki gelap selama 1 (satu) hari yang kemudian ditemukan dalam keadaan baik pada hari senin (20/12) pada pukul 23.00 oleh tim SAR masyarakat Desa Linggasana.

Kejadian ini semakin memperkuat dasar penutupan jalur pendakian Gunung Ciremai. Namun tidak perlu khawatir, pendaki dapat menikmati kawasan Gunung Ciremai di akhir tahun pada lokasi buper terdekat di kaki Gunung Ciremai seperti Buper Palutungan, Buper Cikole, Buper Palutungan, Buper Cipeuteuy, Situ Sangiang dan Buper Cipanten serta lokasi wisata lainnya seperti wisata air terjun dan situ. Penutupan jalur pendakian bertujuan untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan yang selama ini sudah terjadi ± sebanyak 8 (delapan) kasus tersesatnya pendaki dan musibah lainnya di kawasan Gunung Ciremai. Informasi lebih lanjut akan disampaikan kemudian.

Oleh : Nisa Syachera F, S. Hut
Calon Penyuluh Kehutanan

13 Desember, 2010

RESTORASI KAWASAN TNGC BERSAMA JICA DAN YAMAHA CORPORATION GROUP*)



Pada hari kamis tanggal 2 Desember 2010, Balai TNGC bekerjasama dengan JICA (Japan International of Cooperation Agency) dan YAMAHA Corporation Group mengadakan kegiatan Pencanangan Kegiatan Penanaman (Ceremony Project) di blok Lambosir kawasan TNGC. Kegiatan pencanangan tersebut merupakan rangkaian awal dari kegiatan Project of Restoration in Conservation Areas yang merupakan kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan JICA. Pada kegiatan pencanangan tersebut selain JICA dan YAMAHA Corporation Group, kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kehutanan, Bupati Kuningan, Dandim Kab Kuningan, Kepala Kejaksaan Negeri Kab Kuningan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kuningan, Kepala SKPD lainnya, muspika setempat, mahasiswa Fakultas Kehutanan UNIKU, siswa/i SD Setianegara 1 dan masyarakat sekitar kawasan TNGC terutama masyarakat di Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan.

Dalam acara tersebut, Kepala Balai TNGC menyampaikan laporan terkait dengan pelaksanaan kegiatan restorasi di kawasan TNGC yaitu kegiatan pokok, tujuan dan manfaat project, dan lokasi uji coba restorasi. Kegiatan pokok yaitu Mereview peraturan perundangan yang berkaitan dengan kegiatan restorasi ekosistem, Mencari sumber pendanaan untuk kegiatan restorasi, dan Melakukan uji coba restorasi di beberapa kawasan taman nasional, salah satunya adalah kawasan TNGC.

Adapun tujuan project ini adalah memperkuat daya dukung para pihak untuk restorasi areal terdegradasi di kawasan TNG Manfaat project adalah memperbaiki/menyempurnakan system restorasi kawasan konservasi yang dilakukan selama ini sehingga diperoleh sistem dan teknik yang tepat untuk diterapkan di kawasan TNGC dan dapat diadaptasi pada restorasi kawasan hutan lainnya termasuk Kebun Raya Kuningan. Lokasi uji coba restorasi di TNGC akan dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu Blok Karang Sari seluas 10 ha, Blok Seda seluas 5 ha dan Blok Lambosir seluas 50 ha. Blok Lambosir merupakan lokasi rawan kebakaran yang kondisi ekosistemnya dipenuhi ilalang liar yang menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan. Tiap tahunnya, lokasi ini menjadi lokasi rehabilitasi kawasan TNGC, namun keberhasilannya masih cukup rendah. Melalui project ini, mudah-mudahan dapat ditemukan teknik penanaman yang tepat khususnya pada areal-areal yang memiliki karakteristik seperti itu.

Hal senada disampaikan Bupati Kuningan, H. Aang Hamid Suganda yang sampai saat ini prihatin dengan kawasan TNGC. Beliau juga memerintahkan kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kuningan untuk segera melakukan inventarisir lokasi penyangga kawasan TNGC yang merupakan lahan kritis. Pimpinan YAMAHA Corporation Group menyampaikan rasa terima kasih dan bangga kepada masyarakat Indonesia atas kerjasamanya dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi serta memiliki pemandangan panorama yang indah sehingga menjadi daya tarik bagi turis mancanegara untuk datang ke Indonesia. Diharapkan kerjasama ini dapat berjalan lancar sampai tahun 2015 dan terwujudnya kawasan hutan di lokasi Blok Lambosir yang merupakan areal yang tiap tahunnya terjadi kebakaran hutan.

Acara ceremony project restorasi kawasan TNGC dibuka secara resmi oleh Bupati Kuningan yang kemudian dilanjutkan dengan acara penanaman jenis tumbuhan lokal ciremai diantaranya Hantap, Caruy, Benda, Salam Badak, dan Peutag. Pemilihan jenis tumbuhan yang ditanam adalah jenis yang mudah beradaptasi dengan kondisi ekstrem, tumbuhan pioner dan pakan bagi jenis fauna di kawasan TNGC.


Oleh :
Mufti Ginanjar, S.Pi, M.Sc
Pejabat Fungsional PEH BTNGC

06 Desember, 2010

ANCUNG JEMPOL UNTUK KESADARAN MASYARAKAT*)


Sejak Oktober 2009, Balai TNGC melakukan upaya pembinaan dan penertiban penggunaan lahan untuk pertanian dan perkebunan di dalam kawasan TNGC akibat kawasan TNGC yang terus mengalami tekanan ekologis karena pemanfaatan kawasan berbasis lahan untuk pertanian dan perkebunan. Hampir 1 (satu) tahun, Balai TNGC terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat serta patroli pembinaan. Penyuluhan dan sosialisasi dilakukan hampir di 45 (empat puluh lima) desa di sekitar kawasan TNGC untuk menyampaikan fakta yang terjadi, dampak yang ditimbulkan dan peraturan perundangan kehutanan yang berlaku. Berdasarkan penyuluhan dan sosialisasi, masyarakat memahami bahwa apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan peraturan perundangan kehutanan yang berlaku kesepakatan untuk berhenti melakukan penggarapan sampai Bulan Agustus 2010.

Untuk melihat perkembangan di lapangan maka Balai TNGC melaksanakan operasi pengamanan hutan gabungan bersama pihak kepolisian, TNI, Aparat Kecamatan dan Desa. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif sebelum Balai TNGC menindak masyarakat yang membandel dengan jalur hukum. Operasi pengamanan hutan gabungan meliputi kawasan TNGC yang dijadikan areal pertanian sayur mayur yaitu Blok Palutungan, Darma, Cipulus, Semplo, Argalingga, Argamukti, Gunung Wangi dan Bantaragung. Operasi pengamanan hutan gabungan dilakukan selama 5 (lima) hari dimana 3 (tiga) hari pengecekan lapangan dan 2 (dua) hari pembinaan terhadap masyarakat yang masih melakukan pengolahan pertanian baru di dalam kawasan TNGC. Dalam pengecekan lapangan, masih ditemukan 20 sampai 30 orang yang masih melakukan pengolahan baru di dalam kawasan TNGC, padahal sudah jauh-jauh hari diingatkan pada saat sosialisasi dan penyuluhan tidak diperbolehkan melakukan pengolahan baru sampai batas waktu yang telah disepakati. Bagi masyarakat yang masih melakukan pengolahan baru, tim memberikan somasi dan memberikan waktu selama 12 (dua belas) hari untuk meninggalkan kawasan TNGC yang disaksikan pula oleh Aparat Kecamatan dan Desa. Sama halnya dengan somasi kepada masyarakat yang masih melakukan pengolahan baru, pembongkaran gubug kerja yang masih ada diberikan waktu selama 12 (dua belas) hari untuk dibongkar oleh pemiliknya. namun tidak sedikit yang telah meninggalkan kawasan TNGC seperti pada foto yang tercantum. itu merupakan kawasan TNGC yang sebelumnya digarap dan sekarang sudah ditinggalkan.

Berdasarkan data Resort TNGC, diketahui bahwa untuk masyarakat yang melakukan aktivitas penanaman pertanian di dalam kawasan sudah tidak ada. Hal ini membuktikan masyarakat semakin memahami bahwa apa yang sudah dilakukan tidak hanya merugikan diri sendiri namun banyak orang. Balai TNGC memberikan apresiasi kepada masyarakat yang secara sadar meninggalkan kawasan TNGC. Untuk itu, Balai TNGC akan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang secara sadar meninggalkan kawasan TNGC dengan pemberian program kegiatan diantaranya pelibatan rehabilitasi kawasan sebagai pelaku utama, perlindungan dan pengamanan kawasan serta program pemberdayaan masyarakat. Dukungan penuh disampaikan oleh Aparat Kecamatan dan Desa yang dilibatkan untuk menindak apabila masih ditemukan masyarakat yang membandel. Selain itu, baik Pemerintah Daerah Kuningan dan Majalengka juga sudah memprogramkan kegiatan bagi desa penyangga TNGC dengan berbagai alternatif, harapannya dapat dimanfaatkan peluang yang ada sehingga output yang dihasilkan maksimal.

*) Oleh : Nisa Syachera F, S. Hut
Calon Penyuluh Kehutanan BTNGC

28 Oktober, 2010

KETERSEDIAAN AIR MULAI BERKURANG*)


Air merupaka zat atau materi yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Saat ini, kondisi air di bumi semakin lama semakin menipis akibat penggunaan lahan secara permanen oleh manusia yang kian hari jumlahnya kian bertambah. Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut keberadaannya tidak merata secara ruang dan waktu. Secara ruang karena bentang Indonesia yang sangat luas, secara waktu karena adanya musim yang berbeda setiap tahunnya.

Pulau Jawa mempunyai ketersediaan air yang paling kecil dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yaitu hanya 1.600 m3/kapita/tahun, hal ini disebabkan perbandingan terbalik antara banyaknya manusia yang menggantungkan hidupnya yaitu 65% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia dengan luasnya yang hanya mencapai 7% dari daratan Indonesia dan hanya memiliki 4,5% dari seluruh potensi air tawar Indonesia.

Skala lebih kecilnya yaitu Propinsi Jawa Barat yang memiliki luas 2% dari daratan Indonesia, dengan 2% dari seluruh potensi air tawar Indonesia dimana jumlah masyarakat yang bergantung hidupnya sebanyak 20% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada musim penghujan potensi air Jawa Barat mencapai 80 milyar m3/tahun dengan kondisi air berlebihan akibat kawasan lindung yang telah kritis tidak mampu mengendalikan air, yang kemudian menyebabkan terjadilah bencana banjir dan longsor. Ketika musim kemarau, potensi air Jawa Barat hanya 8 milyar m3/tahun, kualitasnyapun sangat buruk karena adanya pencemaran. Alhasil pada musim hujan selalu terjadi bencana banjir dan longsor, sedangkan musim kemarau selalu terjadi kekeringan.

Lebih khusus lagi, masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang semakin lama semakin merasakan berkurangnya debit air dari dalam kawasan yang selama ini dimanfaatkan tanpa kontribusi langsung ke dalam kawasan TNGC. Hal ini ditunjukkan dengan adanya permohonan dari masyarakat untuk menambah pipa dari mata air di dalam kawasan TNGC dimana pemohon merupakan masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan kawasan dan berada di daerah hulu. Apalagi untuk desa yang berada di bagian hilir, kondisi airnya lebih memprihatinkan dibandingkan dengan desa di bagian hulu.

Kondisi ini diakibatkan semakin luasnya lahan kritis di dalam kawasan TNGC yang berperan sebagai kawasan lindung akibat penggunaan kawasan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Apabila kondisi ini terus dipertahankan, 5 atau 10 tahun lagi bukan Kab Cirebon yang bergantung kepada Kab Kuningan namun Kab Kuningan yang akan bergantung kepada Kab Cirebon untuk dimanfaatkan air lautnya karena habisnya ketersediaan air dari dalam kawasan TNGC. Dengan adanya fakta ini, diharapkan masyarakat yang masih melakukan aktifitas pemanfaatan lahan di dalam kawasan mulai menyadari bahwa tindakan yang dilakukan tersebut sangat merugikan banyak orang dan kami akan terus mendampingi dan memfasilitasi masyarakat sekitar kawasan TNGC yang memang benar-benar sangat membutuhkan.

*)Nisa Syachera F, S. Hut
Penyuluh Kehutanan

23 September, 2010

TNGC IKUT SERTA PAMERAN PEMBANGUNAN KAB KUNINGAN*)



Tanggal 1 September merupakan hari bersejarah bagi Kab Kuningan karena merupakan hari jadi Kab Kuningan. Saat ini Kab Kuningan telah beranjak pada usia 512, dalam rangka memperingati hari jadi Kab Kuningan tersebut maka Pemerintah Daerah mengadakan Pameran Pembangunan. Pameran pembangunan dilaksanakan di depan terminal Kertawinangun dan diikuti lebih dari 30 instansi baik dari lembaga BUMN, BUMD, pendidikan, ormas dan pengusaha home industri. Salah satunya adalah Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Pameran pembangunan dalam rangka hari jadi Kab Kuningan telah 2 (dua) kali diikuti oleh Balai TNGC, yang sebelumnya diadakan pada tahun 2009. Seperti halnya pada tahun 2009, pada tahun 2010 Balai TNGC ikut serta dalam kegiatan pameran pembangunan bersama instansi lainnya yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kuningan, Perum Perhutani dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup daerah (BPLHD) Kab Kuningan.
Pameran pembangunan dibuka secara resmi oleh Bupati Kab Kuningan pada tanggal 1 September 2010. Pada pembukaan pameran pembangunan, Bupati Kuningan berkesempatan untuk mengunjungi setiap stand yang ada termasuk stand Balai TNGC. Pelibatan Balai TNGC dalam pameran pembangunan Kab Kuningan merupakan apresiasi kepada Kab Kuningan atas prestasi yang diraih dalam bidang lingkungan dan dukungan yang diberikan kepada Balai TNGC selaku pengelola kawasan konservasi di Kab Kuningan. Selain itu, tema yang diangkat pada pameran pembangunan “Dengan semangat hari jadi ke-512 Kuningan kita tingkatkan penggunaan sumberdaya lokal menuju kuningan yang lebih sejahtera” selaras dengan visi Balai TNGC ‘Terwujudnya kelestarian kawasan TNGC sebagai sumber air utama untuk kehidupan dan kesejahteraan masyarakat‘.
Pelaksanaan pameran pembangunan berlangsung selama 6 (enam) hari sampai tanggal 6 September 2010. Selama 6 hari, jumlah pengunjung yang datang ke stand Balai TNGC sebanyak 40-50 pengunjung/hari yang terdiri dari orangtua, anak-anak dan pelajar, yang didominasi oleh pelajar. Dengan ikut sertanya Balai TNGC pada pameran pembangunan Kab Kuningan, diharapkan informasi mengenai kawasan TNGC dan kegiatan yang telah dilakukan dapat tersampaikan kepada masyarakat luas khususnya para pelajar sebagai generasi penerus dalam rangka pemberian pendidikan konservasi dan lingkungan sehingga prestasi bidang lingkungan yang diraih Kab Kuningan sebagai Kab Konservasi dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

*)Oleh : Nana Suhendri, S. Sos
Penata Humas dan Kerjasama

22 September, 2010

PEMBENTUKAN KADER KONSERVASI TINGKAT PEMULA ANGKATAN II LINGKUP BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI*)


Kepedulian Balai Taman Nasional Gunung Ciremai akan generasi muda di Kabupaten Kuningan salah satunya diwujudkan melalui kerjasama dengan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Kuningan untuk mendidik remaja pada anak usia sekolah setingkat SMA/Sederajat yang aktif dalam Kegiatan Pramuka untuk menjadi KADER KONSERVASI TINGKAT PEMULA ANGKATAN II Lingkup Balai TNGC. Kegiatan ini diikuti oleh 30 (tiga puluh) orang peserta dari tanggal 28 s/d.29 Agustus 2010 di Aula Hotel Popuci (Linggasana) dan Kawasan Bumi Perkemahan Cibeureum (Resort Cilimus, SPTN Wil. I Kuningan)

Adapun tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini yaitu agar generasi muda memiliki kepedulian dan rasa empati terhadap kondisi hutan dan lingkungan yang berada di Kabupaten Kuningan, khususnya terhadap keberadaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, dengan harapan mereka mampu menjadi kader- kader untuk menyampaikan pesan-pesan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH&E) kepada masyarakat di Kab. Kuningan yang notabene sebagai Kabupaten Konservasi, khususnya bagi kalangan teman- teman mereka di sekolahnya. Dengan telah terbentuknya 30 (tiga puluh) orang Kader Konservasi Tingkat Pemula Angkatan II Tahun 2010, diharapkan muncul generasi muda yang lebih aktif dan peduli terhadap hutan dan lingkungannya, serta menjadi pionir-pionir penggerak penyebarluasan pesan-pesan konservasi kepada masyarakat luas.

Pembentukan Kader Konservasi Tingkat Pemula Angkatan II dilaksanakan melalui Pendidikan Konservasi sebanyak 25 JPL (Jam Pelajaran), dengan materi-materi sebagai berikut : Kehutanan Umum; Dasar-Dasar Kepemimpinan; Dasar-Dasar Ekologi; Flora dan Fauna Indonesia; Dasar-Dasar Konservasi; Pembinaan Cinta Alam; Wisata Alam; PPPK dan SAR (Pengenalan Pemetaan); Praktek Lapangan, dan Diskusi Interaktif. Dalam materi praktek, para peserta diajak untuk lebih memahami dan merasakan langsung kondisi hutan di lapangan melalui kegiatan analisis vegetasi dan pengenalan keanekaragaman jenis sumberdaya alam hayati yang di kawasan TNGC. Selain itu, para peserta juga mendapatkan materi aplikatif dalam bidang pemetaan, melalui pengenalan SIG (Sistem Informasi Geografis) dan penggunaan perangkat teknologi GPS (Global Positioning System) yang cukup penting dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi.

Pada upacara penutupan, Kepala Balai telah mengukuhkan 30 (tiga puluh) orang peserta menjadi Kader Konservasi Tingkat Pemula Angkatan II melalui Surat Keputusan Kepala Balai Nomor : SK. 200/BTNGC/2010 tanggal 30 Agustus 2010 yang nantinya akan diusulkan kepada Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, Kementerian Kehutanan untuk mendapatkan Penomoran Anggota Kader Konservasi yang teregistrasi secara nasional. Adapun output yang dihasilkan dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah terbentuknya susunan kepengurusan Kader Konservasi Tingkat Pemula Angkatan II beserta konsep program kerja yang akan dilaksanakan setahun ke depan. Diakhir acara, para peserta menyatakan sangat antusias dan berharap kegiatan ini dapat terus berlangsung dengan disertai upaya monitoring dan pembinaan dari instansi terkait.

*)Oleh : Apo
Polisi Kehutanan Pelaksana Pemula TNGC

31 Agustus, 2010

MASYARAKAT SEMAKIN SADAR AKAN PENTINGNYA KAWASAN TNGC*)



Upaya pemberian pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) semakin direspon oleh masyarakat, hal ini ditandai dengan adanya permintaan aparat Pemerintah Desa untuk bekerjasama dengan Balai TNGC dalam pemanfaatan jasa lingkungan air. Air merupakan produk nyata yang dihasilkan kawasan TNGC yang digunakan seluruhnya untuk hajat hidup orang banyak, kebutuhan akan air semakin lama semakin meningkat dengan semakin banyaknya jumlah penduduk. Diantara pemerintah desa yang mengajukan kerjasama dalam pemanfaatan air diantaranya desa di sekitar kawasan yaitu Desa Kaduela, Gunung Sirah, Padabeunghar, Randobawagirang, dan Seda dan juga ada desa yang bukan desa penyangga kawasan TNGC yaitu Desa Kertawinangun. Hal tersebut didasari akan keperluan dan kebutuhan air yang sangat penting bagi kehidupan.
Mekanisme kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan air dari dalam kawasan taman nasional belum diatur oleh peraturan perundangan kehutanan, namun hal yang paling mendasar adalah bagaimana masyarakat ikut membangun hutan di kawasan TNGC baik masyarakat desa bagian hulu maupun hilir agar ketersediaan air tetap terjaga. Salah satu caranya dengan penanaman pepohonan khususnya pada areal mata air sehingga air yang terserap semakin besar.
Selain dirasakan masyarakat Kabupaten Kuningan, kebutuhan tinggi akan air juga dirasakan masyarakat Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data yang didapat tahun 2010, debit air di PDAM Paniis sudah semakin berkurang dan penggunanya semakin banyak. Kebutuhan yang semakin meningkat seharusnya juga diimbangi dengan pembangunan hutan di kawasan TNGC yang saat ini masih mengalami degradasi. Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih khususnya musim kemarau. Hal ini juga diakui masyarakat Kab Cirebon yang mengatakan bahwa kondisi air semakin kurang pada musim kemarau. Hasil penelitian mahasiswa IPB menguatkan apa yang telah disampaikan bahwa keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air di Pulau Jawa menunjukan, kebutuhan air dapat terpenuhi pada musim hujan, sedangkan memasuki musim kemarau awal, ada beberapa wilayah sungai yang mengalami defisit, dan pada pertengahan musim kemarau semua wilayah sungai di Pulau Jawa mengalami defisit. Berdasarkan penelitian tersebut jelas terlihat ketersediaan air yang semakin berkurang khususnya air bersih.
Melihat kondisi yang terjadi, Balai TNGC memberikan perhatian penuh akan pemanfaatan jasa lingkungan air dan pengelolaannya, seperti yang tercantum pada visi Balai TNGC yaitu “Terwujudnya kelestarian kawasan TNGC sebagai sumber air utama untuk kehidupan dan kesejahteraan masyarakat”. Air juga merupakan obyek utama pada beberapa obyek wisata alam di kawasan TNGC, baik dalam bentuk air terjun maupun danau/talaga. Untuk itu kami menyampaikan kepada masyarakat secara sadar ikut serta dalam upaya reforestrasi atau pengembalian kawasan hutan di kawasan TNGC seperti sedia kala sehingga air yang merupakan kebutuhan masyarakat dapat tercukupi.

*)Oleh : Oman Dede Permana
(Polisi Kehutanan TNGC)

24 Agustus, 2010

CEGAH KEBAKARAN DENGAN MPA DAN SEKAT BAKAR*)


Menindaklanjuti upaya pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) beberapa waktu yang lalu yaitu penyuluhan pengendalian kebakaran hutan yang dilaksanakan pada 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Pasawahan, Cigugur, Darma, Cikijing dan Bantaragung, selanjutnya dilaksanakan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) dan pembuatan sekat bakar.
MPA adalah masyarakat yang dilatih untuk ikut serta membantu petugas secara sukarela dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan Pembentukan MPA dilaksanakan selama 2 (dua) hari dari tanggal 5 s/d 6 Agustus 2010 bertempat di Aula Taman Wisata Alam (TWA) Linggarjati Kabupaten Kuningan dan diikuti oleh peserta sebanyak 40 (emapt puluh) orang, yang berasal dari Kab.Kuningan (Kec.Pasawahan, Kec.Cilimus, Kec.Mandirancan, Kec.Darma, Kec. Cigugur), dan Kab.Majalengka (Kec. Sindangwangi, Kec. Argapura, Kec.Rajagaluh). Tujuan dibentuknya kelompok MPA adalah untuk mendorong masyarakat membangun dirinya sendiri mengembangkan kemampuan dalam mengamankan wilayahnya sendiri dari bahaya kebakaran dengan menitik beratkan pada pencegahan terjadinya kebakaran kawasan TNGC.
Dalam materi yang disampaikan pada kegiatan pembentukan MPA, Kepala Balai TNGC Ir Kurung MM menegaskan bahwa upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di kawasan TNGC merupakan tanggung jawab semua pihak baik Balai TNGC, Pemerintah daerah maupun masyarakat dan berkeinginan dengan adanya pembentukan MPA ini, kelestarian kawasan TNGC semakin membaik karena petugas TNGC akan dibantu oleh masyarakat dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Pemateri lainnya yaitu Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kuningan dan Widyaswara Balai Diklat Kehutanan Kadipaten. Selain materi yang diterima di dalam kelas, materi praktek juga diberikan agar teori yang telah disampaikan dapat diaplikasikan dengan baik. Adapun kegiatan praktek dilakukan di lokasi yang sama yaitu TWA Linggarjati.
Setelah MPA dibentuk, tugas pertama yang dilakukan kelompok adalah pembuatan sekat bakar yang dilaksanakan beberapa hari berikutnya yaitu pada tanggal 9 s.d 10 Agustus 2010 di Desa Setianegara, Batu Luhur dan Bintangot. Sekat bakar yang dibuat dengan panjang masing-masing ± 100-200 meter. Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan cara yang paling umum dalam pencegahan kebakaran yaitu menggunakan cangkul, sekop, garu, garpu tanah dan kapak. Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan cara pembersihan rumput, semak dan pohon pada areal yang dianggap rawan yang bertujuan untuk menghentikan penyebaran api serta mengurangi bahan bakar.
Selain mewujudkan pelaksanaan upaya pencegahan, kegiatan pembentukan MPA dan pembuatan sekat bakar merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat karena melibatkan masyarakat yang berada di sekitar kawasan TNGC.

*)Oleh : Cepi Arifiana
Polisi Kehutanan TNGC

19 Agustus, 2010

MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PENYANGGA TNGC*)

Model Desa Konservasi (MDK) merupakan program Kementerian Kehutanan yang telag berlangsung sejak tahun 2006. Pembangunan MDK merupakan upaya konkrit pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi tiga kegiatan pokok yaitu pemberdayaan masyarakat, penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi.
Tujuan pembangunan MDK untuk masyarakat di desa penyangga sekitar kawasan konservasi yaitu dari aspek ekologi/lingkungan, yang dapat meminimalisir gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi, menambah areal serapan air jika terletak dibagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui kegiatan MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang.
Saat ini, Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah memiliki 3 (tiga) desa yang dijadikan MDK yaitu Desa Pajambon Kab Kuningan, Desa Bantaragung dan Desa Sangiang Kab Majalengka yang pelaksanaan kegiatannya difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat dengan adanya kebun bibit desa. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sebelumnya diusulkan oleh masyarakat setelah adanya penggalian potensi desa.
Potensi yang dimiliki kawasan TNGC dan daerah penyangga cukup beragam diantaranya jasa lingkungan air dan wisata alam, keanekaragaman hayati, dan kerajinan tangan dan pangan. Dari semua potensi tersebut dapat dipadukan menjadi satu produk “Desa Konservasi”. Desa konservasi adalah desa dimana masyarakatnya menjalankan keseluruhan aktivitas atau kegiatan kesehariannya dengan kegiatan yang bersifat konservasi. Hal yang paling mudah dilakukan adalah mengumpulkan dan mengolah sampah rumah tangga, menanam apotek hidup di pekarangan rumah dan menanam pepohonan baik di sepanjang jalan desa maupun di pekarangan rumah agar suasana rumah menjadi rindang. Pengolahan sampah rumah tangga dapat dipilah dari sampah organik dan non organik, dimana sampah organik dapat diolah menjadi pupuk yang kemudian dapat dijual kepada masyarakat yang membutuhkan dan sampah anorganik dapat dijual ke usaha daur ulang.
Bagi desa penyangga yang berbatasan dengan kawasan TNGC yang memiliki obyek wisata alam, masyarakat dapat mengambil peluang dengan menjual jasa kepada para pengunjung dengan menjadi guide/pemandu wisata. Peran pemandu wisata atau biasa lebih dikenal interpreter menjadi sangat penting khususnya dalam pengembangan obyek wisata alam. Interpreter bertugas memberikan informasi kepada pengunjung mengenai potensi obyek wisata alam, sejarah lokasi obyek wisata alam dan lain sebagainya. Dengan adanya interpreter, pengunjung akan mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan lebih, selain mendapatkan keindahan alam yang menjadi obyek utama wisata alam. Harapan ke depan agar semua desa penyangga di kawasan TNGC dapat menjadi desa konservasi yang dapat mengembangkan potensi yang ada.

*)Apo
Polisi Kehutanan TNGC

03 Agustus, 2010

PENYULUHAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN*)

Bulan Juli akan segera berakhir, Alhamdulillah gangguan terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang terjadi setiap tahun belum terjadi. Pada tahun 2009 lalu, kejadian kebakaran hutan terjadi mulai awal bulan Juli dimana telah memasuki musim kemarau. Pemanasan global yang terjadi memacu adanya pergeseran musim kemarau. Hal ini berdampak baik apabila kesiapsiagaan dimulai dari sekarang. Salah satu upaya yang kami awali adalah dengan adanya penyuluhan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan serupa sebelumnya sudah dilakukan dan difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat di Hotel Tirta Sanita, Kuningan namun dalam kegiatan penyuluhan ini kami lebih mempertegas dan mengarahkan kepada hal yang lebih teknis sebagai upaya persiapan.
Kegiatan penyuluhan dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan dan Kecamatan Bantaragung Kabupaten Majalengka. Penyuluhan tersebut dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2010 di Kecamatan Pasawahan dan 22 Juli 2010 di Kecamatan Bantaragung. Pada kegiatan penyuluhan pengendalian kebakaran hutan di Kecamatan Pasawahan diikuti sebanyak 30 (tiga puluh) orang masyarakat yang terdiri dari masyarakat Desa Pasawahan, Padabeunghar dan Kaduela. Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Camat Pasawahan, Kapolsek Pasawahan dan Danramil Pasawahan. Pada kesempatan tersebut, Camat Pasawahan menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengatasi ancaman kebakaran hutan yang tentunya juga akan merugikan masyarakat setempat sekaligus menyampaikan kepada masyarakat lainnya. Sama halnya dengan apa yang disampaikan Kapolsek dan Danramil Pasawahan, sedikitnya menambahkan bahwa peran masyarakat sangat menentukan berhasil tidaknya penanganan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan di Kecamatan Bantaragung juga dihadiri oleh 30 (tiga puluh) orang masyarakat yang terdiri dari Desa Bantaragung, Padaherang dan Payung. Camat Bantaragung, Camat Bantaragung juga menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengatasi ancaman kebakaran hutan dan menyampaikan informasi dan materi yang diberikan TNGC kepada masyarakat lainnya.
Pada kegiatan penyuluhan tersebut, Balai TNGC menyampaikan secara teknis dalam rangka upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan di dalam kawasan TNGC diantaranya penyiapan regu/posko pencegahan kebakaran, pembentukan kelompok MPA, pengadaan sarana penunjang dan pembuatan sekat bakar. Untuk mengetahui faktor terjadinya kebakaran hutan pelu intelejensi lebih lanjut dengan adanya kegiatan patroli pada lokasi rawan kebakaran yang dilakukan regu/posko beserta dengan anggota MPA. Patroli dianggap cara yang paling efektif dengan menempatkan anggota pada titik rawan kebakaran sehingga ketika ada titik api yang terlihat dapat segera dikendalikan. Kami memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berkeinginan bergabung di regu/posko pencegahan kebakaran dapat segera menghubungi Balai TNGC melalui resort wilayah setempat yang kemudian akan kami sesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan.

*)Oleh : Nisa Syachera F, S. Hut
Penyuluh Kehutanan TNGC

27 Juli, 2010

ARAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN TNGC*)

Saat ini, program pemberdayaan masyarakat merupakan program yang gencar dilakukan berbagai pihak. Mulai dari instansi pemerintah, swasta, LSM bahkan sampai pemberian dana hibah dari pemerintah negara lain. Salah satu tujuan program pemberdayaan masyarakat adalah mengentaskan kemiskinan yang terus dialami masyarakat Indonesia sampai saat ini. Berdasarkan data NRM tahun 2005, jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 49,5 juta dimana 21 % diantaranya merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Hal tersebut disebabkan kurangnya akses yang dimiliki masyarakat sekitar hutan khususnya untuk mengenyam pendidikan. Selain itu, mayoritas masyarakat yang tinggal di sekitar hutan adalah masyarakat adat yang enggan beradaptasi dengan budaya yang baru (modern) sehingga makin memperjelas perbedaan masyarakat di sekitar hutan dan masyarakat kota.

Salah satu kawasan hutan adalah kawasan konservasi yang mempunyai tujuan utama perlindungan dan pengawetan plasma nutfah. Namun dengan berjalannya waktu maka paradigma konservasi mulai berkembang yaitu dengan adanya pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan konservasi. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) sebagai salah satu kawasan konservasi berusaha untuk mengoptimalkan fungsinya dalam perlindungan, pengawetan plasma nutfah dan pemanfaatan secara lestari. Hal ini bertujuan agar kelestarian ekologi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat seimbang. Jumlah desa yang berada di sekitar kawasan TNGC mencapai 45 desa yang terdiri dari 27 desa di Kabupaten Kuningan dan 18 desa di Kabupaten Majalengka. Tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas masyarakat memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan TNGC sehingga kondisi kawasan saat ini mengalami tekanan yang tinggi. Lahan kritis yang semakin meluas mengakibatkan hilangnya fungsi kawasan sebagai fungsi konservasi yang tanpa disadari hal tersebut dapat merugikan masyarakat sekitar kawasan.

Menyikapi hal tersebut, Balai TNGC telah melakukan upaya penanganan mulai dari cara preemtif sampai preventif. Salah satunya adalah dengan menyusun program pemberdayaan masyarakat. Namun perlu digaris bawahi, program pemberdayaan ini harus sinergis dengan kelestarian kawasan TNGC, jangan sampai program pemberdayaan diberikan namun penggarapan lahan di dalam kawasan terus dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, arah program pemberdayaan yang nanti akan dilakukan menggunakaan sistem reward. Sistem reward adalah pemberian penghargaan bagi desa yang berada sekitar kawasan TNGC yang berprestasi dan berperan dalam pelestarian kawasan. Penghargaan yang diberikan berupa program pemberdayaan masyarakat.

Untuk itu, kami sampaikan kepada masyarakat desa penyangga TNGC untuk berlomba-lomba memberikan peranan untuk mendukung kelestarian kawasan TNGC. Selain mendapatkan penghargaan dari pemerintah, masyarakat juga akan mendapatkan berkah dari Sang Khalik penguasa alam semesta.


*)Oleh : Jojo Suparjo
Polisi Kehutanan TNGC

12 Juli, 2010

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT TNGC *)


Tumbuhan obat merupakan spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan plasma nutfah didalamnya, yang merupakan salah satu alasan utama dalam pengusulan kawasan hutan Gunung Ciremai sebagai taman nasional. Keanekaragaman ekosistem berdasarkan ketinggian, menyebabkan tingginya keanekaragaman plasma nutfah yaitu flora dan fauna. Beraneka ragam penelitian yang telah dilakukan baik lembaga pendidikan maupun swasta mengenai potensi flora fauna beserta kegunaannya belum sampai pada tahap pengembangan pemanfaatan. Salah satu potensi yang belum dikembangkan adalah pemanfaatan jenis tumbuhan obat bernilai ekonomi tinggi. Potensi pengembangan tumbuhan obat dapat menjadi salah satu alternatif mata pencahariaan bagi masyarakat khususnya masyarakat penggarap.
Baru baru ini, Balai TNGC telah bekerjasama dengan Akademi Farmasi Muhammadiyah Kuningan dalam rangka pengembangan kebun koleksi tumbuhan obat TNGC. Langkah ini merupakan langkah tepat yang diberikan lembaga pendidikan untuk berkontribusi dalam ikut serta pengelolaan kawasan TNGC. Perjanjian tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Seminar Pada hari Sabtu tanggal 19 Juni 2010 dalam rangka peningkatan penggunaan obat herbal bagi masyarakat. Peserta yang menghadiri seminar tersebut berasal dari berbagai kalangan baik akademisi, perusahaan obat sampai pemerintah daerah maupun pusat. Pada seminar tersebut, dinarasumberi oleh profesor dari Universitas Padjajaran dan Universitas Ahmad Dahlan serta seorang dokter. Dalam seminar tersebut, narasumber menyampaikan bahwa peranan tumbuhan obat sebagai obat herbal yang merupakan warisan nenek moyang, memiliki khasiat yang sama dengan obat modern (obat kimia) berdasarkan pengalaman masing-masing narasumber yang juga merupakan produsen dalam pembuatan obat herbal.
Dengan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai obat herbal dapat mendukung upaya pemberdayaan masyarakat yang bersinergis dengan pengelolaan jenis genetik kawasan. Saat ini, program pemberdayaan masyarakat yang digulirkan, pengaruhnya belum sampai kepada pengelolaan kawasan TNGC. Banyak sekali potensi tumbuhan obat yang dapat dikembangkan seperti yang dilakukan beberapa kawasan taman nasional lainnya. Banyak sekali potensi tumbuhan obat yang dapat dikembangkan, salah satu jenis tumbuhan yang sangat potensial untuk tumbuhan obat adalah Kemuning yang merupakan tumbuhan khas Lembah Cilengkrang. Namun budidaya dan pengembangan tumbuhan obat yang berasal dari kawasan TNGC perlu izin dari pihak Balai TNGC.

*) Oleh : Nisa Syachera Febriyanti, S. Hut
Penyuluh Kehutanan TNGC

02 Juli, 2010

KERJA SAMA PENELITIAN TNGC DAN LEMBAGA PENDIDIKAN *)

Pada tanggal 10 Juni 2010 yang lalu di kantor Balai Taman Nasional Gunung Ciremai telah disepakati perjanjian kerja sama penelitian antara Balai TNGC dan Universitas Kuningan (UNIKU) dalam hal rehabilitasi kawasan dan kajian sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGC untuk mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kerja sama ini tentunya sangat mendukung tugas dan fungsi Balai TNGC dalam pengelolaan kawasan konservasi Gunung Ciremai yang saat ini sedang fokus dalam hal penghentian kegiatan perambahan dalam kawasan yang selanjutnya tentu perlu didukung oleh kegiatan pemberdayaan masyarakat. Adanya kajian sosial ekonomi masyarakat yang akan dilakukan oleh UNIKU tentunya akan dapat membantu dalam hal penyediaan data sosial ekonomi masyarakat sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan terutama kepada masyarakat bekas penggarap di dalam kawasan TNGC.
Prioritas kegiatan Balai TNGC dalam rehabilitasi kawasan diarahkan dalam upaya untuk mengurangi luasan lahan kritis yang saat ini luasannya sekitar 60% dari luasan kawasan TNGC yang totalnya seluas 15.500 ha. Luasan lahan kritis ini sebagian besar disebabkan oleh kegiatan perambahan yang membuka lahan hutan untuk kegiatan pertanian sayuran dan juga disebabkan oleh kejadian kebakaran hutan yang rutin terjadi di kawasan TNGC. Meskipun sejak tahun 2006, Balai TNGC telah melakukan kegiatan rehabilitasi kawasan melalui penanaman bibit tanaman lokal endemik tetapi hingga saat ini tingkat keberhasilannya masih belum dapat dirasakan. Adanya kerja sama penelitian dengan UNIKU ini diharapkan dapat diketahui metode dan teknik rehabilitasi yang baru yang dapat diterapkan sehingga tingkat keberhasilan RHL dapat lebih tinggi. Satu hal lainnya yang menarik dari kegiatan RHL ini adalah bahwa untuk mendukung kegiatan ini diperlukan peran serta masyarakat mulai dari pembibitan, penanaman hingga pemeliharaan. Bila dihubungkan dengan pemberdayaan masyarakat tentunya kegiatan RHL ini juga merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan TNGC.
Dilain pihak hubungan kerja sama antara BTNGC dengan Akademi Farmasi Muhamadiyah dilakukan dalam rangka pembuatan kebun koleksi tanaman obat. Untuk tahun-tahun pertama maka kegiatan kerja sama akan diarahkan pada upaya pembangunan kebun pembibitan tanaman obat yang berasal dari kawasan TNGC. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BTNGC jumlah tanaman obat yang telah teridentifikasi berjumlah 50 jenis tanaman obat sedangkan berdasarkan data dari Akademi Farmasi Muhamadiyah jumlah tanaman obat adalah 70 jenis tanaman. Perbedaan data ini tentunya dapat lebih dikembangkan dalam kegiatan identifikasi tanaman sehingga jenis-jenis baru yang memiliki indikasi dapat berguna sebagai tanaman obat dapat diketahui dan dimanfaatkan untuk masyarakat. Apabila pembangunan kebun bibit ini dapat berjalan dengan baik maka ada peluang yang dapat dikembangkan kegiatan pembibitan tanaman obat secara komersial dengan menggandeng kerja sama dengan perusahaan obat ataupun pabrik-pabrik jamu yang membutuhkan bahan baku tanaman obat ini. Walaupun demikian terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, pembangunan kebun bibit tanaman obat tetap harus sesuai dengan aturan yang ada, misalnya bibit tanaman obat yang ditanam hanya diperbolehkan untuk jenis-jenis lokal Gunung Ciremai.
Harapannya dengan adanya kebun bibit tanaman obat ini tentunya dapat pula dikembangkan bersama dengan masyarakat, sehingga kebutuhan industri tanaman obat juga dapat disuplai oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC. Bagi pihak BTNGC sendiri, adanya kerja sama ini sangat mendukung kegiatan pengelolaan TNGC sehingga bentuk-bentuk kerja sama dengan lembaga dan institusi lain juga sangat diharapkan terutama terkait dengan pengelolaan kawasan wisata dan juga pengelolaan jasa lingkungan yang ada di TNGC.

*) Oleh : Mufti Ginanjar, S.Pi, M.T, M. Sc
Pengendali Ekosistem Hutan TNGC

16 Juni, 2010

CEGAH KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN TNGC *)


Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan terhadap kawasan TNGC yang terjadi setiap tahunnya, biasanya terjadi pada awal musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli dan puncaknya adalah bulan Agustus. Penyebab terjadinya kebakaran hutan diantaranya karena beberapa faktor yaitu suhu meningkat, angin besar, dan karakteristik ekosistem. Lokasi rawan kebakaran berada di sebelah utara kawasan TNGC diantaranya blok Padabeunghar, Batu luhur, Lambosir, Sayana, Seda, Trijaya dan Telaga Remis di wilayah SPTN Wilayah I Kuningan, sedangkan di SPTN Wilayah II Majalengka berada di blok Padaherang dan Bantaragung yang kawasannya menyatu dengan blok Padabeunghar. Pada lokasi tersebut, karakteristik ekosistemnya yaitu tanah berbatu yang ditumbuhi oleh semak belukar dan ilalang yang pada musim kemarau akan mengalami kekeringan yang menjadi bahan bakar yang cukup besar.
Tahun 2009 lalu, kebakaran hutan dan lahan terjadi seluas 70 ha dengan frekuensi kejadian sebanyakn 8 kali. Indikasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat kesengajaan manusia yang membuang puntung rokok atau ketidaksengajaan akibat pembukaan lahan pada lahan milik dengan cara dibakar yang kemudian terus merambat ke dalam kawasan akibat angin besar. Sampai saat ini penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan masih terus dipantau. Dengan adanya upaya pencegahan, pada tahun 2010 ini diharapkan luasan dan frekuensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisir hingga hanya mencapai 1 ha. Tahapan upaya pencegahan diantaranya inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan, inventarisasi faktor penyebab kebakaran, penyiapan regu pemadam kebakaran, pembuatan prosedur tetap, pengadaan sarana dan prasarana dan pembuatan sekat bakar. Untuk mengetahui faktor terjadinya kebakaran hutan pelu intelejensi lebih lanjut dengan adanya upaya patroli pada lokasi rawan kebakaran. Patroli kebakaran hutan dan lahan tidak hanya dilakukan oleh Polisi Kehutanan Balai TNGC saja, namun juga melibatkan masyarakat yang telah tergabung dalam kelompok masyarakat peduli api (MPA) dan Pamswakarsa.
Patroli dianggap cara yang paling efektif dengan menempatkan anggota pada titik rawan kebakaran sehingga ketika ada titik api yang terlihat dengan sistem komando yang sudah disepakati, pergerakan api tidak akan meluas seperti pada kejadian sebelumnya dan lebih mudah dikendalikan. Agar kejadian dan luasan kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisir hingga 1 ha, kita harus bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan ikut serta memberikan pemahaman kepada masyarakat ataupun pengunjung yang sedang melakukan wisata agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebakaran. Selain itu, informasi awal dapat diberikan kepada petugas yang menjaga posko terdekat sehingga dapat diambil tindakan cepat.

*) Cita Asmara
Polisi Kehutanan BTNGC

07 Juni, 2010

PEDULI KEBERSIHAN GUNUNG CIREMAI *)


Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan penyangga utama bagi kehidupan masyarakat sekitar kawasan pada khususnya dan umumnya masyarakat luas dalam memenuhi kebutuhan air sehingga sepatutnya perlu dijaga kelestarian dan kebersihannya. Selain sumber airnya yang sangat potensial, daya tarik kawasan TNGC lainnya adalah gunungnya yang merupakan gunung tertinggi di Jawa barat dengan ketinggian 3.078 mdpl sehingga banyak pengunjung dari berbagai daerah berduyun-duyun datang untuk mendaki dan mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah. Namun disamping itu, tidak jarang para pengunjung/pendaki yang melakukan perbuatan yang tidak bertanggung jawab diantaranya meninggalkan sampah, berbuat vandalisme dengan mencorat-coret batu dan batang pohon, dan mengambil flora fauna dari dalam kawasan TNGC.

Salah satu aksi kepedulian yang diwujudkan aktivis pecinta lingkungan, LSM AKAR dalam rangka menyelamatkan Gunung Ciremai untuk kehidupan adalah melaksanakan Gerakan Sapu Gunung (GSG) tahun 2010. GSG adalah gerakan pembersihan sampah non organic sepanjang jalur pendakian Gunung Ciremai yang dilakukan oleh para pendaki yang tidak bertanggung jawab. Sampah non organic terdiri dari sampah plastik dan botol yang sulit terurai di alam dan menyebabkan menurunnya daya serap tanah, perubahan perilaku fauna khususnya primata yang kerap kali memakan makanan bekas pendaki yang ditinggalkan dan terurainya bahan kimia yang tercampur bersama unsur hara tanah. Tercampurnya bahan kimia bersama unsur hara tanah akan terbawa bersama air yang mengalir pada musim hujan dan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan tercampur pada sumber mata air atau mata air yang mengalir yang kemudian dikonsumsi oleh para pendaki. Agar akibat tersebut tidak terjadi lebih lanjut maka perlu adanya upaya pencegahan.

Kegiatan GSG disambut positif oleh pemerintah daerah Kab Kuningan dan para pecinta alam sebanyak 304 orang (berdasarkan data yang diberikan LSM AKAR kepada Balai TNGC) yang tersebar di wilayah Kuningan, Majalengka, Cirebon, Indramayu, Jakarta, bahkan sampai daerah di Jawa Tengah. Kegiatan dilakukan mulai pada tanggal 28 Mei 2010 yang dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Kuningan, Drs. H. Momon di Pendapa Paramarta yang diikuti oleh seluruh peserta dan tamu undangan. Pada acara pelepasan tersebut juga dihadiri wakil dari DPRD, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BPLHD dan Kepala Balai TNGC, Ir. Kurung, MM. Setelah acara pelepasan pada pukul 10.30 WIB, peserta yang sudah dibagi ke dalam 13 (tiga belas) pos yang terdiri 7 (tujuh) pos di Jalur Pendakian Palutungan dan 6 (enam) pos di Jalur Pendakian Linggarjati menuju jalur pendakian dan mulai menuju posnya masing-masing setelah sholat jum’at. Kegiatan GSG mulai dilakukan pada hari sabtu, tanggal 29 Mei 2010 pukul 08.00 s.d pukul 16.00 di pos masing-masing dengan mengumpulkan sampah non organik pada karung yang sudah dibagikan kepada setiap peserta. Petugas TNGC mendampingi peserta pada beberapa pos yaitu pada Jalur Pendakian Palutungan yaitu pos Gigowong, Tanjakan Asoy, Goa Walet dan Puncak. Sedangkan pada Jalur Pendakian Linggarjati yaitu pos Puncak, Pangasinan, Leuweung datar, dan Buper Cibunar dengan jumlah personil sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang.

Kegiatan GSG berakhir pada hari Minggu pada tanggal 30 Mei 2010 pada sore hari, dengan hasil sampah yang terkumpul sebanyak 96 karung yang terdiri dari 54 karung di jalur palutungan dan 42 karung di jalur linggarjati (berdasarkan data posko jalur pendakian pada pukul 17.00 WIB). Kedepannya, Balai TNGC berharap kegiatan GSG dapat diarahkan kepada kegiatan pencegahan dan pembinaan kepada pendaki khususnya pada pendakian 17 agustus dan akhir tahun untuk mengecek perlengkapan sebelum dan sesudah berangkat serta membawa kembali sampah yang dihasilkan sehingga kelestarian kawasan TNGC dapat terwujud secara berkelanjutan. Apabila para pendaki tidak membawa kembali sampahnya, maka akan dikenai sanksi yang telah disepakati bersama sebelum keberangkatan.


*) Oman Dede Permana
Polisi Kehutanan TNGC

31 Mei, 2010

Pemberdayaan Masyarakat sekitar kawasan TNGC Dengan Pelatihan Kerajinan Bambu dan Sapu Ijuk *)


Esensi pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan memberikan manfaat Hutan secara optimal bagi masyarakat. Dalam hal ini untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam optimalisasi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam di kawasan TNGC dengan meningkatkan kemampuan potensi masyarakat sekitar kawasan TNGC melalui Kegiatan pelatihan kerajinan anyaman bambu dan kerajinan sapu injuk.
Salah satu program prioritas Balai TNGC adalah Penertiban dan pembinaan penggarap di dalam kawasan TNGC, melakukan upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TNGC. Untuk terwujudnya program tersebut Balai TNGC berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat salah satunya adalah bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kehutanan Peternakan Kab Majalengka melaksanakan Kegiatan pelatihan kerajinan anyaman bambu untuk masyarakat Desa Cikaracak Resort Argalingga SPTN Wilayah II Majalengka sebanyak 20 orang peserta dan Desa Sunia Resort Sangiang SPTN Wilayah II Majalengka sebanyak 20 orang melalui kegiatan pelatihan kerajinan sapu injuk yang dilaksanakan selama 2 (dua) hari di Hotel Putra Jaya Majalengka. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan anyaman bambu peserta mendapatkan materi dan praktek yang disampaikan oleh pengrajin anyaman bambu dari Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan untuk materi pelatihan kerajinan sapu injuk materi dan praktek disampaikan oleh pengrajin sapu injuk dari Kawalu Tasikmalaya.
Dengan didukunganya bahan baku bambu di luar kawasan TNGC yang melimpah masyarakat Desa Cikaracak Kecamatan Argapura Resort PTNGC Wilayah Argalingga SPTN Wilayah II Majalengka mengharapkan ada optimalisasi pemanfaatan bambu di lahan milik masyarakat sehingga bisa dijadikan usaha masyarakat Desa Cikaracak untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang mayoritas mengatungkan hidupnya dari hasil kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertanian di dalam kawasan TNGC. Dengan keinginan kuat dari masyarakat diharapkan masyarakat Desa Cikaracak umumnya masyarakat sekitar kawasan TNGC bisa dengan sadar dan sukarela meninggalkan kegiatan pemanfataan lahan untuk pertaninan perkebunan di dalam kawsan TNGC karena tidak sesuai dengan kaidah - kaidah konservasi. Begitu juga dengan masyarakat Desa Sunia Kecamatan Banjaran Resort PTNGC Wilayah Sangiang SPTN wilayah II Majalengka dari hasil kegiatan pelatihan pembuatan sapu injuk diharapkan bisa mengallihkan kegiatan yang selama ini masih bergantung hidupnya kepada lahan di dalam kawasan TNGC ke keterampilan pembuatan sapu injuk. Khususnya di Desa Sunia dengan bahan baku yang mendukung dan ditunjang dengan keterampilan diharapkan kedepan wilayah tersebut bisa dijadikan sentral pembuatan sapu injuk yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Mari kita berdayakan masyarakat sekitar Hutan.... Mari selamatkan hutan gunung ciremai dari kerusakan untuk anak cucuk kita dikemudian hari............?????

Oleh :Agus Yudantara
Polisi Kehutanan Balai TNGC

24 Mei, 2010

Penanganan Perambahan Melalui Pengelolaan Obyek Wisata Alam *)


Saat ini, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) sedang mengupayakan penanganan perambahan di dalam kawasan berupa penggarapan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Isu strategis ini gencar disampaikan kepada instansi/pihak terkait dalam rangka permohonan dukungan dan bantuan penanganan perambahan. Salah satu penyelesaian penanganan perambahan adalah dengan adanya kegiatan peralihan dari petani penggarap yang sudah menjadi mata pencahariaan utama bagi sebagian besar masyarakat sekitar kawasan. Jumlah masyarakat yang menggarap di dalam kawasan TNGC mencapai ±3.000 orang, dengan jumlah yang begitu besar sehingga Balai TNGC tidak dapat mengakomodir keinginan/kebutuhan namun lebih memprioritaskan kepada masyarakat penggarap yang benar-benar tidak memiliki lahan milik dan masuk dalam kategori miskin.
Potensi yang dimiliki kawasan TNGC dan memungkinkan untuk melibatkan pihak lain, diantaranya masyarakat adalah pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Wisata alam di kawasan konservasi mengacu pada kegiatan ekowisata yang merupakan suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat
Jumlah obyek wisata alam di kawasan TNGC sebanyak 19 (Sembilan belas) lokasi, yang tersebar di wilayah Kab Kuningan sebanyak 15 (lima belas) lokasi obyek wisata alam dan 4 (empat) lokasi di wilayah Kab Majalengka dimana 11 (sebelas) lokasi diantaranya dikelola oleh masyarakat sekitar kawasan dan selebihnya dikelola oleh pemerintah daerah. Agar memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, maka perlu adanya optimalisasi pengelolaan obyek wisata alam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Adanya optimalisasi pengelolaan obyek wisata alam bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung untuk menikmati pesona alam dan memberikan wawasan lingkungan terutama dalam mendukung pelestarian kawasan TNGC. Keunggulan obyek wisata alam di kawasan TNGC adalah keterlimpahan air yang menjadi kebutuhan utama bagi pengunjung.
Obyek wisata alam yang memiliki daya ketertarikan berupa air yaitu di wilayah Kab Kuningan meliputi Talaga Remis, Situ Cicereum, Sumur Cikajayaan, Buper Singkup dan sumber air Paniis, Buper Balong Dalem, Pemandian alam Cibulan, Buper Palutungan dan Curug Putri, Pemandian Cigugur, dan Lembah Cilengkrang, sedangkan di wilayah Kab Majalengka meliputi Situ Sangiang dan Curug Sawer. Diharapkan dengan pengelolaan obyek wisata alam ini, masyarakat dapat menjadikan peluang usaha sebagai alternatif mata pencahariaan yang lain.

*) Jojo Ontarjo
Polisi Kehutanan Balai TNGC

12 Mei, 2010

MASYARAKAT SEKITAR TURUT SERTA MENJAGA TNGC *)


Setiap resort di setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah ditempatkan personil Polisi Kehutanan yang akan menjadi ujung tombak pelaksanan tugas perlindungan dan pengamanan hutan, namun saat ini kegiatan tersebut dirasakan masih cukup berat apabila cuma diemban oleh Polisi Kehutanan dikarenakan rasio jumlah petugas dengan luasan yang diamankan tidak sebanding, disamping strategi pengamanan represif diperlukan juga strategi pendekatan partisipasif dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk melindungi dan mengamankan kawasan hutan TNGC.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan melestarikan kawasan hutan (TNGC) diperoleh apabila masyarakat di sekitar itu memiliki kepedulian yang tinggi, kemampuan pengetahuan dan keterampilan dalam setiap kegiatan pelestarian kawasan hutan TNGC, untuk membentuk kualitas sumber daya manusia tersebut dapat dilakukan melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal, salah satu bentuk pendidikan melauli perekrutan masyarakat sekitar kawasan dalam suatu organisasi di bawah pembinaan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dalam bentuk Pengamanan Hutan Swakarsa. Yang selanjutnya dilakukan penyegaran terhadap Pam Hutan Swakarsa yang telah tebentuk, Dengan pola pembinaan yang jelas dan pola rekrutmen yang senantiasa memperhatikan integritas dan moral anggota Pam Swakarsa diharapkan akan dapat terbentuk Pam Hutan Swakarsa yang benar-benar memahami tugasnya dan memiliki jiwa yang konservasionis,
Pelaksanaan kegiatan Penyegaran Pam Hutan Swakarsa yang telah dilakukan bertempat di Desa Sagarahiang Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan dengan melibatkan 20 (dua puluh) anggota Pam Hutan Swakarsa yang mewakili 7 Kecamatan dan 14 Desa sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, dalam kegiatan tersebut dihadiri juga oleh unsur pemerintah daerah setempat, diantaranya Staf Kecamatan Darma, Anggota Koramil Kadugede dan Anggota Polsek Darma yang pada kesempatan tersebut menyampaikan materi mengenai “ Peraturan Perundangan Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE)”, dan materi “ Teknik patroli bersama / Pengamanan Hutan Partisipasif dalam kawasan TNGC” disampaikan oleh kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan, dengan dilakukannya penyegaran Pengamanan Hutan Swakarsa BTNGC dengan harapan dapat Meningkatkan kesadaran masayarakat sekitar kawasan hutan untuk turut menjaga keutuhan kawasan hutan TNGC, Menyebarluaskan / menularkan prinsip-prinsip konservasi dari anggota Pam Hut Swakarsa kepada masyarakat sekitar kawasan hutan, Dan Mensosialisasikan Pam Hutan Swakarsa Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.

Oleh : Cepi Arifiana
(Polisi Kehutanan Pelaksana Lanjutan BTNGC).

03 Mei, 2010

TERBENTUKNYA FORUM KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG GUNUNG CIREMAI*)

Hutan di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah memberikan peranan sebagai daerah tangkapan air (water catchment area) dan hingga saat ini penggunaan airnya telah terasa di daerah ciayumajakuning hingga masyarakat yang berada di Kab Brebes, perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun hingga saat ini, pengelolaan pengguna jasa air tersebut masih belum terkelola dengan baik sehingga para pihak-pihak yang peduli ciremai (stakeholder) merasa perlu adanya sebuah lembaga independen yang mengatur dan mengelola penggunaan air yang berasal dari kawasan TNGC terutama untuk pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi kawasan TNGC yang masih banyak memiliki lahan kritis. Ide pembentukkan ini muncul ketika Workshop Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam pada tanggal 6 Juli 2009 yang difasilitasi oleh Balai TNGC serta Workshop Pembentukkan Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan ( Intrinsik ) di Wilayah Ciayumajakuning pada tanggal 22 juli 2009 yang difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Akhirnya, pada saat workshop Forum Fasilitasi Kelembagaan Masyarakat Pengguna dan Penyedia Pemanfaatan Jasa Lingkungan di TN Gunung Ciremai pada tanggal 25 Maret 2010 yang difasilitasi kembali oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat terbentuklah Forum Kemitraan Kawasan Lindung Gunung Ciremai (FKKLGC).

Pada saat workshop pertama dilaksanakan di Hotel Tirta Sanita dihadiri oleh Bupati Kuningan, Bupati Majalengka dan Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wil III Jawa Barat yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kawasan TNGC merupakan asset dan kebanggaan masyarakat Jawa Barat yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijaksana dengan salah satu keunggulannya sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat. Tujuan diadakannya workshop tersebut adalah membangun kesepahaman diantara berbagai pihak mengenai pengelolaan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan TNGC dan sistem hulu hilir. Sistem hulu hilir adalah mekanisme yang dapat menghubungkan para pemanfaat di daerah hilir dengan pengguna lahan di daerah hulu, adalah salah satunya melalui mekanisme imbalan yang tepat. Hal ini mungkin merupakan strategi kunci yang diperlukan untuk menangani kemiskinan pedesaan di daerah hulu sekaligus sebagai cara yang hemat biaya dalam meningkatkan pembangunan daerah hulu dan melestarikan nilai ekosistem hulu DAS.

Dalam workshop tersebut diperoleh suatu rumusan hasil workshop yang menyatakan bahwa agar pengelolaan jasa lingkungan air berjalan dengan baik maka perlu dibentuk wadah komunikasi antara para pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di Gunung Ciremai. Walaupun begitu perlu adanya konsep yang jelas tentang forum pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di wilayah Ciayumajakuning dengan melibatkan perwakilan stakeholders di Ciayumajakuning. Selain itu diharapkan forum ini tidak hanya memikirkan jasa lingkungan dan wisata alam saja tetapi juga harus menjadi mitra yang positif dalam membantu permasalahan yang ada di gunung ciremai seperti kebakaran hutan, rehabilitasi kawasan, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan penanggulangan bencana.

Pada workshop kedua dan ketiga, tim yang telah dibentuk pada workshop pertama kembali berkumpul membahas keberlanjutan kesimpulan hasil workshop pertama. Tujuan workshop ini adalah membentuk kelembagaan masyarakat pengguna dan penyedia pemanfaatan jasa lingkungan. Ini merupakan tahapan selanjutnya setelah terbangunnya kesepahaman diantara berbagai pihak. Dengan demikian, terbentuklah forum kemitraan pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai pada tanggal 20 April 2010 yang merupakan keterlanjutan pembahasan pada workshop kedua. Pada rapat tersebut diputuskan ketua badan pelaksana forum tersebut adalah Bapak Sanusi Wijaya. Diharapkan melalui kelembagaan ini, pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai yang termasuk didalamnya adalah kawasan TNGC, lahan milik dan hutan rakyat dapat berjalan berdasarkan peran dan tanggung-jawab masing-masing pihak termasuk kontribusi untuk pendanaan konservasi lahan kritis, perawatan bangunan air, irigasi, dan lain-lain sehingga akan terbangun kesinergisan antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial.

*)Ichwan Muslih, S. Si, M. Si
PEH Muda BTNGC

28 April, 2010

Menumbuhkan kesadaran pelajar dengan Visit to School

Usia anak sekolah adalah usia yang sangat produktif, daya nalar dan daya ingat mereka masih tinggi. Memberikan Pendidikan lingkungan adalah tepat dilakukan untuk saat ini, dikernakan kerusakan-kerusakn yang ada sekarang adalah sebab akibat manusia yang dulunya tidak mendapatkan pendidikan tentang arti pentingnya sebuah lingkungan. Pendidikan pelestarian (konservasi) alam dan lingkungan hidup harus segera dikenalkan semenjak dini mungkin secara meluas baik formal maupun informal.

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) pada tahun kegiatan 2010 ini telah memprogramkan kegiatan Pendidikan Lingkungan, berupa kegiatan Visit To School yaitu kunjungan kesekolah-sekolah yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai untuk tahun ini sasaran kegiatan adalah anak sekolah tingkat SLTP. Sekolah yang pada tahun ini di lakukan kunjungan kegaiatan Visit To School adalah SMP Negri I Pasawahan, SMP Plus Nurul Hidayah Cisantana, SMPN 1 Sindangwangi dan SMPN 2 Argapura. Tujuan kegiatan Visit To School ini adalah untuk mewujudkan sadar dan peka terhadap lingkungan, memiliki pemahaman dasar mengenai lingkungan, menumbuhkan perasaan peduli lingkungan dan berpartisifasi dalam perbaikan dan perlindungan lingkungan.

Kegiatan Visit To School diikuti oleh 30 (tiga puluh) anak didik kelas 1 sampai kelas 2, materi yang diberikan berupa materi di dalam kelas dan materi di luar kelas. Materi yang diberikan di dalam kelas berjudul Hutan dan Konservasi, dan sekilas Balai TNGC. Materi ini disampaikan sebagai pengantar ilmu kepada anak didik sehingga dapat membedakan hutan berdasarkan fungsinya. Selain itu, anak didik juga mengetahui peranan dan manfaat keberadaan hutan khususnya kawasan TNGC yang dimiliki oleh Kab Kuningan dan Kab Majalengka.

Setelah materi yang diberikan di dalam kelas, agar pemahamannya semakin meningkat maka adanya kegiatan praktek outdoor berupa permainan/games yang memiliki makna khususnya sesuai dengan materi yang disampaikan di dalam kelas. Kegiatan outdoor yang diberikan diantaranya Ice Breaking, permainan dan simulasi. Ice Breaking bertujuan untuk menciptakan keakraban antara peserta dan peserta, saerta peserta dan Fasilitator dan meningkatkan semangat para peserta yaitu hula-hula, pesan berantai dan berebut posisi duduk. Permainan diantaranya penebang pohon dan jaring-jaring makanan. Dari proses sebuah permainan yang diberikan kepada anak didik, diharapkan materi yang disampaikan dapat dipahami dan dimengerti sehingga tidak membosankan sehingga permainan merupakan salah satu jalan menyampaikan pesan-pesan secara mudah kepada anak didik.