Salam Konservasi,


Ini adalah blog dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Blog ini merupakan sarana informasi tentang Taman Nasional Gunung Ciremai, baik dari sisi perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan.
Selain itu kami harapkan blog ini dapat kita jadikan sarana diskusi maupun rembug saran bagi pihak-pihak yang peduli akan keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai.



05 Maret, 2013

Pengendalian Tumbuhan Invasif Kaliandra (Calliandra calothyrsus) di Blok Munjul Masigit Resort Cilimus Oleh : Iwan Sunandi, S.Hut

Resort Cilimus terletak di 3 (tiga) Desa yaitu Setianegara, Linggarjati dan Desa Linggasana menurut wilayah administratif pemerintahan Desa. Batas wilayah pengelolaannya sebelah Selatan berbatasan dengan Resort Jalaksana, sebelah Timur berbatasan dengan PT. Geger Halang, sebelah Utara berbatasan dengan Resort Mandirancan dan sebelah Barat arah ke puncak Ciremai. Luas Resort Cilimus berdasarkan pengembangan resort dari 6 menjadi 11 resort ± 1.330 Ha, dengan ketinggian 700 – 3000 mdpl. Kawasan resort cilimus mempunyai topografi landai, berbukit dan bergunung ke arah puncak sampai ketinggian 3.078 mdpl. Jenis tanah yang ada merupakan tanah regosol, andosol dan latosol dengan kondisi tanah sebagian besar merupakan tanah berbatu yang didominasi oleh jenis alang-alang (Immperata cyllindrica) yang rentan terjadinya kebakaran hutan. Walaupun kondisi tanah didominasi oleh bebatuan, namun Resort Cilimus memiliki fungsi hidrologis yang sangat penting dimana terdapat 7 (tujuh) sumber mata air yaitu Cibulakan, Cikacu, Cinangka, Hulu Ciawi, Cikuwu dan Cikuda yang tidak pernah kering walaupun musim kemarau telah tiba. Gambar 1. Peta Situasi Resort Cilimus SPTN Wilayah I Kuningan Sebagian besar penutupan lahan di kawasan Resort Cilimus merupakan vegetasi hutan. Baik hutan alam maupun hutan produksi eks Perhutani atau bekas lahan garapan dan sebagian besar didominasi oleh hutan alam primer. Pada hutan alam primer banyak ditumbuhi keluarga huru (Litsea spp), mareme (Glochidion sp), mara (Macaranga tanarius) dan saninten (Castonopsis argentea). Sedangkan untuk hutan produksi eks perhutani dan eks lahan garapan banyak ditumbuhi oleh Pinus (Pinus mercusii), Kopi (Coffea robusta), Alpukat (Persea americana), Pisang (Musa paradisiaca), Suren (Toona sureni), Manii (Maesopsis eminii), Cengkeh (Szygium aromaticum) dll. Jenis satwa (fauna) yang dapat dijumpai dikawasan Resort Cilimus antara lain satwa langka seperti Macan kumbang (Panthera pardus), Surili (Presbitys commata) dan Elang jawa (Spyzaetus bartelsi). Jenis lainnya adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Landak (Hystrix brachyura), kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa), bajing (Calosciurus notatus), Lutung (Traciphytecus auratus) dan berbagai jenis burung berkicau. Gangguan Hutan Akibat Hadirnya Spesies Invasif Sebagai kawasan konservasi baru yang dibangun dari hutan produksi, tentunya kualitas potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya telah banyak mengalami perubahan berbeda dari ekosistem aslinya. Banyaknya lahan bekas tebangan dan garapan masyarakat yang belum sempat direhabilitasi merupakan PR tersendiri dalam membangun kawasan konservasi yang diimpikan. Pembangunan Taman Nasional sebagai areal penyangga kehidupan, perlindungan dan pengawetan kehati tidak mudah dilakukan mengingat besarnya tekanan dan gangguan dari kepentingan manusia disekitarnya seperti masih adanya pengambilan kayu bakar dan perburuan liar, masih ditemukan masyarakat penggarap di dalam kawasan, sering terjadinya kebakaran hutan yang diduga akibat ulah manusia. Selain adanya tekanan dan gangguan manusia tersebut, terdapat jenis gangguang lain yang dapat mengganggu keutuhan ekosistem kawasan konservasi. Salah satu gangguan tersebut adalah masuknya berbagai jenis tumbuhan yang tidak asli ke dalam kawasan konservasi. Tumbuhan yang tidak asli (introduksi) dapat mengganggu spesies lokal jika bersifat invasif. The National Invasive Species Counsil (2006) mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies pendatang ataupun tidak yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi, lingkungan atau kerusakan pada manusia, hewan atau kesehatan tanaman. Sedangkan spesies introduksi adalah spesies yang diperkenalkan secara sengaja oleh manusia bukan untuk mempengaruhi suatu habitat melainkan untuk keuntungan hidup manusia dan sekelompok manusia. Spesies invasif dilaporkan telah merambah kawasan konservasi termasuk kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Jenis spesies invasif yang teridentifikasi di Taman Nasional Gunung Ciremai adalah jenis Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Penyebaran kaliandra ini terutama terjadi karena lahan garapan di dalam kawasan benar-benar telah menjadi lahan terbuka tidak sesuai dengan konsep Penanaman Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebelumnya. Program PHBM telah disalahgunakan oleh masyarakat setempat untuk menanami kawasan konservasi Gunung Ciremai dengan jenis yang tidak sesuai dengan keberadaan fungsi kawasan dan misi pemerintah daerah Kuningan sendiri sebagai Kabupaten Konservasi. Spesies invasif membahayakan spesies lainnya, hal ini karena kemampuan berkembang biak dan penyebarannya yang cepat sehingga mendominasi dalam penggunaan sumber makanan dan cahaya untuk pertumbuhan di lingkungannya. Tumbuhan invasif memiliki toleransi yang tinggi pada berbagai lingkungan. Setelah tumbuh, spesies ini akan mengeliminasi spesies asli dengan kemampuannya untuk berkembang biak secara cepat, penyebaran biji yang mudah, dan toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga spesies asli tidak mampu berkompetisi memperebutkan sumber daya. Mengenal Lebih Jauh Spesies Invasif Kaliandra Bunga Merah (Calliandra calothyrsus) Tumbuhan Kaliandra termasuk dalam famili Leuguminoseae sub famili Mimosaceae (Palmer et al, 1994) dengan habitus berupa pohon atau semak dan memiliki beberapa spesies. Jenis kaliandra di Gunung Ciremai adalah kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus), dengan ciri-ciri: habitus berbentuk perdu (semak), batang berkayu, bertajuk lebat, tinggi mencapai 45 meter dan akar dapat mencapai kedalaman 1,5 – 2 m (Palmer et al 1994). (Gambar 2) Gambar 2. Kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus) diblok Munjul Masigit. Kaliandra tumbuh baik pada semua jenis tanah dan memiliki kemampuan cepat tumbuh, tahan pangkasan, sistem perakaran dalam dan mampu membentuk bintil akar sebagai hasil simbiosis dengan Rhizobium. Menurut Palmer et al (1994) Kaliandra tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan lebih dari 1000 mm/tahun, dan mampu beradaptasi pada daerah dengan ketinggian tempat lebih 1.700 m dpl jika kebutuhan fosfat dan air untuk fiksasi Nitrogen terpenuhi. Akibat Penyebaran Kaliandra di TNGC Penyebaran tumbuhan invasif Kaliandra ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan benih/ tanaman asli baik yang ditanam maupun yang tumbuh secara alami. Sehingga dalam waktu lama, akan mengakibatkan hilangnya spesies lokal karena spesies lokal tidak dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanggulangan dan pencegahan penyebaran tumbuhan Kaliandra. Bagaimana Mengendalikan Pertumbuhan dan Penyebaran Kaliandra? Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan secara hayati, mekanis dan kimiaswi. Pengendalian hayati dilakukan dengan cara memanfaatkan musuh alami, memanipulasi inang, lingkungan atau musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati memiliki banyak keuntungan diantaranya beresiko kecil, tidak menyebabkan kekebalan, tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta tidak memerlukan banyak campur tangan dari luar. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menciptakan kondisi lingkungan dengan bahan kimia sehingga lingkungan tersebut tidak mendukung pertumbuhan dan memutus siklus hidup tumbuhan pengganggu (Untung, 2001). Sedangkan pengendalian mekanis dilakukan melalui pembabatan dan membuat sekat agar tanaman kaliandra tidak menyebar ke areal tumbuhan lokal. Pengendalian spesies invasif kaliandra yang ada di resort Cilimus pada saat ini masih diupayakan dengan cara mekanis (pembabatan). Hal ini karena musuh alami lokal spesies Kaliandra belum teridentifikasi. Sedangkan pengendalian secara kimiawi dikhawatirkan akan ikut menghambat pertumbuhan dan bahkan mematikan spesies lokal yang ada (Iwan Sunandi, Red.)

20 Januari, 2012

PELATIHAN VALUASI PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR DI KAWASAN TNGC

Oleh: Tri Widodo, S.Si., M.Sc.

Hutan sebagai satu kesatuan lanskap merupakan satu kesatuan fungsi bersama-sama dengan lingkungan diluar kawasan hutan. Hutan memiliki manfaat ekonomi yang dapat dikuantifikasi (tangible benefits) dan manfaat ekonomi yang bersifat kualitatif (intangible benefit) (Andayani, 2007). Hutan memiliki banyak fungsi dan dapat diibaratkan sebagai basket of function (Fandeli dan Muhammad, 2009).
Mull (1995) dalam Fandeli dan Muhammad (2009) memperkenalkan konsep pengelolaan critical mass strategy dari suatu kawasan hutan. Konsep Mull (1995) menyatakan pengelolaan hutan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan semua fungsinya dan dapat disimulasikan dengan menggunakan berbagai model. Hutan memiliki peran yang sangat kompleks terhadap kehidupan, dimana masing-masing peran harus seimbang, baik untuk aspek lingkungan, sosial maupun aspek ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang berlaku dalam proses produksi atau pemanfaatan sumber daya hutan memiliki peranan ekonomi yang tidak langsung seperti jasa (service) untuk pariwisata, rekreasi alam, mencegah erosi, banjir dan sebagai daerah tangkapan air. Semua sumber daya hutan yang bernilai kualitatif tersebut jika tidak dikelola dengan benar akan terjadi kelangkaan. Sehingga, nilai hutan yang bersifat kualitatif tetap berlaku hukum penawaran dan permintaan seperti halnya komoditi sumber daya hutan lainnya yang bersifat kuantitatif (Andayani, 2007).
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dengan potensi keanekaragaman hayati yang dimilikinya berperan sebagai kawasan sistem penyangga sistem kehidupan, terutama sebagai sumber hidrologis air dan pengatur tata air. hidrologis utama bagi masyarakat Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Brebes. Namun, sampai saat ini belum ada data yang pasti tentang jumlah dan debit dari sumber mata air yang bersumber dari Gunung Ciremai.
Menurut Bapeda Kuningan (2002) yang dikutip Irawan, D.E. et. al (2009) ditemukan sebanyak + 119 mata air dengan debit 10-100 liter/detik. Irawan, D.E. et.al. (2009) sendiri telah melakukan penelitian tahun 2009, telah mengidentifikasi sebanyak 247 mata air yang bersumber dari Gunung Ciremai dengan debit sekitar 3,68 s/d 40,33 liter/ detik. Menurut H. Kamdan, SE. yang dikutip dari harian umum pikiran rakyat menyatakan bahwa (Direktur PDAM Tirta Kemuning Kuningan), berdasarkan pendataan terbaru terdapat 370 titik mata air dengan debit sekitar 6.223 liter per detik, terutama yang berada di kawasan Gunung Ciremai.
Tingginya potensi sumber mata air gunung ciremai ini, menjadikan gunung ciremai sebagai salah satu “menara air” yang potensial di Jawa Barat. “Menara air” tersebut memberi penghidupan kepada jutaan penduduk daerah kabupaten Kuningan, Kabupaten dan Kota Cirebon, serta sebagian mengaliri kabupaten Brebes dan Tegal Provinsi Jawa Tengah. Selain itu Gunung Ciremai merupakan salah satu hulu dari 7 (tujuh) daerah aliran sungai (DAS), yaitu Jamblang, Pekik, Subah, Bangkaderes, Cisanggarung, Cimanuk dan Ciwaringin. Muara Cimanuk berada di Ujung Indramayu sedangkan muara Cisanggarung di perbatasan Jawa Tengah di daerah Losari. Sehingga pengaruh daerah tangkapan air di Ciremai cukup luas, meliputi ujung Ujung Indramayu - Waduk Darma - Losari. Gunung Ciremai merupakan daerah tangkapan air yang sangat penting untuk pertanian dan industri bagi masyarakat Kabupaten Kuningan, Cirebon dan Indramayu serta air baku rumah tangga bagi masyarakat kota Cirebon (Noerdjito dan Mawardi, 2008).
Dari potensi yang ada, sumber mata air tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, baru sebagian kecil yang sudah dimanfaatkan seperti sumber mata air Paniis yang selama ini dimanfaatkan PDAM Kota Cirebon yaitu sebanyak 860 lt/detik setara dengan 2,2 juta meter kubik per bulan dan akan ditambah lagi sebanyak 600 liter per detik sehingga menjadi 1.260 liter/detik. Begitu pula PDAM Kab.Cirebon yang selama ini memanfaatkan sumber mata air di kawasan TNGC yang mencapai ± 400 liter/detik dan rencananya akan menambah kembali , meminta tambahan lagi sebanyak 220 liter/detik sehingga menjadi 620 liter/detik (Pikiran Rakyat, 2010). Perkembangan selanjutnya, dari sumber mata air di kawasan TNGC akan dibangun program system penyediaan air minum yang diberi nama KUNCIR 2 untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon.
Demikian pentingnya kKeberadaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, sebagai hulu dari sumber mata air tersebut, namun sampai saat ini masih dipandang hanya sebagai daerah tangkapan air yang harus dilindungi dan diawetkan agar manfaatnya lestari, sedangkan namun nilainya dari potensi, fungsi dan manfaatnya belum pernah dihitung dan diperhatikan. Pendataan dan penilaian terhadap sumber mata air yang terdapat ada didalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh Balai TNGC. Mengingat pentingnya Ppendataan dan penilaian sumber mata air perlu sebagai salah satu dasar dalam perencanaan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi,. maka Oleh karena itu, pada tanggal 15 s/d 16 November 2011, Balai TNGC mengadakan pelatihan Valuasi Ekonomi dan Monitoring Jasa Lingkungan yang menitik beratkan pada valuasi ekonomi dan monitoring sumber daya air dari dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Dalam kegiatan tersebut dilakukan aplikasi penilaian terhadap salah satu sumber mata air di kawasan TNGC.
Hasil penilaian valuasi ekonomi dan monitoring jasa lingkungan dengan studi kasus di sumber mata air Balong Dalam, Desa Sukamulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa sumber air Balong Dalam pada saat pengukuran memiliki debit air sebesar 8 liter /detik, sumber air tersebut selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, sawah, kolam, dan usaha wisata. Dari fungsi dan manfaat sumber air Balong Dalam, dalam penlaian valuasi ekonomi hanya dihitung dari salah satu aspek saja yaitu fungsi ekonomi untuk keperluan rumah tangga. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai ekonomi sumber air Balong Dalam dari aspek keperluan rumah tangga diperoleh nilai sebesar Rp.4.815.684.450,00. (empat milyar delapan ratus lima belas juta enam ratus delapan puluh empat ribu empat ratus lima puluh rupiah), nilai ini belum termasuk untuk keperluan lain (sawah, kolam dan usaha wisata). Hasil penilaian ini menunjukkan bahwa potensi kawasan TNGC memiliki nilai ekonomi yang tidak sedikit yang berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Keberadaan kawasan TNGC ternyata mampu mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat untuk keperluan rumah tangga, mengairi sawah, kolam dan usaha wisata alam.
Daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah tangkapan air (Catchman area) yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah (Njurumana, et.al., 2006). Pengertian DAS seperti dikemukakan oleh Asdak (1995, 2002) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Karena DAS sebagai sebuah ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem, pasti dijumpai adanya masukan (input) dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) yang dihasilkan. Bila curah hujan dipandang sebagai unsur masukan dalam ekosistem DAS, maka luaran yang dihasilkan adalah debit air sungai, penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi sedangkan komponen lain seperti tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor (Suripin, 2002).
Hutan menghasilkan beberapa manfaat lingkungan dan melindungi yang lainnya. Beberapa dari manfaat ini tidak mudah diverifikasi atau dipasarkan, namun dapat menimbulkan resiko biaya bilamana manfaat ini hilang atau tidak tersedia. Walaupun relatif mudah digambarkan, jasa lingkungan rumit untuk dikuantifikasi, diukur, dan diatributkan/ diterapkan pada sumber-sumber yang spesifik atau ciri-ciri pengelolaan lingkungan atau lahan (CIFOR, 2006).
Hutan konservasi menghasilkan sebagian besar dari manfaat jasa lingkungan yang sama seperti yang dihasilkan hutan lindung, namun hutan konservasi khusus diperuntukkan bagi perlindungan keanekaragaman hayati, serta untuk memperoleh manfaat-manfaat yang kurang nyata, atau produk-produk publik global, seperti estetika dan nilai-nilai warisan (CIFOR, 2006).
Hilangnya hutan dianggap sebagai satu-satunya penyebab hilangnya fungsi hidrologi DAS dan masyarakat yang tinggal di pegunungan seringkali dianggap sebagai penyebab rusaknya lingkungan. Padahal, banyak daerah di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki keindahan alam luar biasa namun tetap memiliki fungsi DAS yang baik meskipun tidak lagi mempunyai hutan alam yang luas. Terpeliharanya kondisi DAS terjadi karena aliran sungai dikelola dengan baik, apalagi didukung oleh insititusi sosial yang menjaga keseimbangan antara kepentingan umum maupun individu. Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohon pohon bernilai ekonomi di sela-sela sistem pertanian berarti mereka telah mempertahankan DAS karena pepohonan mampu menjaga kestabilan lereng perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat erosi dan aliran air. Berhasil tidaknya masyarakat dalam mengelola lanskap suatu DAS dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi, diantaranya:
a. Jumlah penduduk (beserta ternak) dan bagaimana mereka saling berinteraksi, termasuk interaksinya dengan pemerintah daerah. Sebagai contoh, apakah mereka mempunyai aturan adat dan apakah aturan adat tersebut masih mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari
b. Sistem penggunaan lahan atau jenis tutupan lahan dapat berbentuk hutan alam, hutan bekas tebangan, tanaman pangan, pohon bernilai ekonomis, padang rumput dan pematang yang ditanami makanan ternak, jalan dan jalan setapak serta perumahan
c. Kondisi tanah, seperti tingkat kepadatan tanah, tingkat penutupan tanah oleh lapisan seresah, organisme tanah dan perakaran tumbuhan yang berperan dalam menjaga struktur tanah dari pemadatan
d. Topografi lahan dan geologi tanah yang berkaitan dengan kecuraman lereng, bukti adanya pergerakan tanah, sejarah geologi, gempa bumi dan gunung meletus, keseimbangan antara pembentukan tanah dan erosi
e. Iklim dan cuaca yang berkaitan dengan curah hujan dan pola musim, siklus harian cahaya matahari dan intensitas hujan (hujan lebat, gerimis), pola aliran sungai yang mengikuti pola bebatuan dan perbukitan, ada tidaknya 'meandering' (pembetukan kelokan sungai) yang menyebabkan sedimentasi tanah yang mungkin berasal dari erosi dan tanah longsor, yang dianggap merusak di masa lalu, namun akhirnya menjadi lahan yang subur (Rahayu, et al. 2009)
Maksud kegiatan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai Taman Nasional Gunung Ciremai dalam menjaga dan melestarikan kawasan hutan dengan memberikan pengetahuan kepada peserta tentang valuasi ekonomi dan monitoring sumber daya hutan yang bersifat intangible (Jasa Lingkungan) yang dibatasi pada pemanfaatan sumber daya air dari dalam kawasan konservasi (TNGC). Sedangkan tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah agar peserta kegiatan memahami konsep dasar teori hidrogeologi terkait dengan Gunung Ciremai sebagai daerah tangkapan air, memahami bagaimana mengukur debit air dan menilai kualitas sumber daya air yang dihasilkan dari kawasan konservasi, dan mendapatkan pengetahuan dasar valuasi ekonomi pemanfaatan sumber daya air dari dalam kawasan TNGC.

Pengajar pelatihan ini diambil dari dosen yang berkompeten dengan bidangnya, yaitu Dr. D. Erwin Irawan (dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB) yang memberikan materi khusus tentang teori hidrogeologi dan pengukuran debit air dan Deni, S.Hut. (Dosen Fakultas Kehutanan UNIKU), memberikan materi tentang valuasi ekonomi jasa lingkungan sumber daya air. Selain teori, dilakukan praktek pengukuran debit dan kualitas air serta melakukan valuasi ekonomi pemanfaatan sumber daya air dengan lokasi praktek di sumber mata air yang ada di Bumi Perkemahan Balong Dalam yang terletak di Desa Babakan Mulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan. Pada akhir pelatihan 78,26% peserta menyatakan bahwa materi pelatihan tentang valuasi ekonomi dan monitoring jasa lingkungan cukup membantu untuk pelaksanaan tugas-tugas dilapangan. Dan diharapkan hasil dari pelatihan ini dapat diterapkan dalam memantau sumber mata air yang ada didalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.

07 September, 2011

KAWASAN TNGC TERBAKAR



kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan yang kerap terjadi setiap tahun di kawasan hutan Gunung Ciremai khususnya pada puncak musim kemarau pada lokasi-lokasi rawan kebakaran yaitu Di Kabupaten Kuningan kebakaran hutan biasa terjadi di Kecamatan Pasawahan terutama di wilayah Desa Pasawahan dan Padabeunghar. Di Kecamatan Mandirancan terjadi di Desa Seda dan Trijaya serta di Kecamatan Cilimus terjadi di wilayah Desa Setianegara. Sedangkan di Kabupaten Majalengka kejadian kebakaran biasa terjadi di Kecamatan Sindangwangi terutama di Desa Padaherang dan Desa Bantaragung. sebagai antisipasi pecegahan kebakaran hutan, Balai TNGC mengupayakan kegiatan pengendalian berupa pencegahan kebakaran hutan melalui kegiatan patroli pencegahan kebakaran, pembuatan sekat bakar, hingga posko siaga.

namun berdasarkan evaluasi, pelaksanaan kegiatan pencegahan belum dapat mencapai output yang diinginkan karena faktor koordinasi, komunikasi, dan efektivitas pengendalian kebakaran masih sangat lemah di tingkat lapangan. selain itu efektifitas penjagaan oleh regu pengendali masih sangat kurang sehingga oknum2 tertentu yang diindikasikan sebagai sumber terjadinya kebakaran hutan masih dapat berkeliaran. tahun 2010 kebakaran hutan dapat dikendalikan akibat musim penghujan yang panjang, sedangkan tahun 2011 diprediksi menjadi musim kemarau panjang.

untuk itu, Balai TNGC mengerahkan seluruh tenaga baik petugas maupun regu patroli masyarakat untuk melakukan patroli pencegahan dengan melakukan penjagaan pada titik2/lokasi rawan kebakaran. sampai dengan Bulan September 2011, kawasan TNGC telah terjadi 4 kali kebakaran yaitu pada tanggal 8 Agustus 2011 pukul 18.40 - 21.55, 9 Agustus 2011 pukul 16.30-18.40, 24 Agustus 2011 pukul 17.00 s.d 22.00 dan tanggal 2-4 September 2011. Tanggal 8 dan 9 Agustus 2011, kebakaran hutan tidak dapat dihindarkan di blok Cirendang. luasan areal kebakaran hutan tidak terlalu luas karena antisipasi cepat dari regu patroli masyarakat yaitu 5,33 ha. pada tanggal 24 Agustus 2011 terjadi di blok Batu Saeng seluas 9.77 ha dan tanggal 2 September 2011 terjadi di blok lambosir dan simpang angin (22,6 ha) dan blok batuluhur dan telaga remis (90 ha).

hasil identifikasi ini akan dievaluasi untuk memperketat penjagaan kawasan TNGC dari oknum2 yang sengaja membakar baik dengan alasan apapun. apabila tertangkap maka sanksinya sesuai dengan UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

*) Nisa Syachera F, S. Hut
Calon Penyuluh Kehutanan

05 Agustus, 2011

PROFIL KADER KONSERVASI TNGC

Kader Konservasi
Kader konservasi adalah seseorang/sekelompok orang yang telah dididik atau ditetapkan oleh instansi pemerintah atau lembaga non pemerintah yang secara sukarela berperan sebagai penerus upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, bersedia serta mampu menyampaikan pesan-pesan konservasi kepada masyarakat. Dengan demikian, seorang kader konservasi lingkup Balai Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki kegiatan dan tugas yang secara umum berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya beserta kesediaan dan kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan konservasi kepada masyarakat disekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Adapun tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini yaitu agar generasi muda memiliki kepedulian dan rasa empati terhadap kondisi hutan dan lingkungan yang berada di Kabupaten Kuningan, khususnya terhadap keberadaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, dengan harapan mereka mampu menjadi kader- kader untuk menyampaikan pesan-pesan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH&E) kepada masyarakat di Kab. Kuningan yang notabene sebagai Kabupaten Konservasi, khususnya bagi kalangan teman- teman mereka di sekolahnya.

Jenis-Jenis Kegiatan Kader Konservasi
Berdasarkan arahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAH & E, jenis-jenis kegiatan yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh Kader Konservasi baik perorangan maupun kelompok adalah :
a. Melaksanakan penerangan dan penyuluhan tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
b. Menyelenggarakan seminar/diskusi tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
c. Melakukan kegiatan penelitian atau ekspedisi tentang potensi flora, fauna dan ekosistemnya.
d. Membantu menjaga kelestarian alam kawasan-kawasan konservasi (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Laut).
e. Menyebarluaskan informasi tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dalam bentuk barang cetakan.
f. Menjadi pemandu wisata alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Laut).
g. Membuat tulisan/aritkel di media massa tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
h. Memanfaatkan media elektronik seperti radio dan TV sebagai sarana kampanye tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
i. Berupaya meningkatkan keterampilan dalam memanfatkan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
j. Melaporkan kepada petugas atau Polisi Kehutanan atau Jagawana bila terjadi perambahan hutan, pencurian flora, fauna ataupun hasil hutan ikutan lainnya.

ANGGOTA KADER KONSERVASI ANGKATAN I
1 Heri Iskandar 6.660/12/BTNGC/PI/VI/2009
2 Dede Suryanto 6.661/12/BTNGC/PI/VI/2009
3 Sukarna (Otang) 6.662/12/BTNGC/PI/VI/2009
4 Ayu Yuchana 6.663/12/BTNGC/PI/VI/2009
5 Jaja Abdurohman 6.664/12/BTNGC/PI/VI/2009
6 R. Mulyadi 6.665/12/BTNGC/PI/VI/2009
7 Iwan Setiawan 6.666/12/BTNGC/PI/VI/2009
8 Saepul Bahtiar 6.667/12/BTNGC/PI/VI/2009
9 Anjar Soedjarwo 6.668/12/BTNGC/PI/VI/2009
10 Jajang Nooralam 6.669/12/BTNGC/PI/VI/2009
11 Ramdani Setiawan 6.670/12/BTNGC/PI/VI/2009
12 Sukirno 6.671/12/BTNGC/PI/VI/2009
13 Ziyadatul Ihsan 6.672/12/BTNGC/PI/VI/2009
14 Rian Ferdinansyah 6.673/12/BTNGC/PI/VI/2009
15 M. Novriansyah 6.674/12/BTNGC/PI/VI/2009
16 Rendi Sukma Wibawa Pribadi 6.675/12/BTNGC/PI/VI/2009
17 Mochamad Dwi 6.676/12/BTNGC/PI/VI/2009
18 Agus Sadar Hidayat 6.677/12/BTNGC/PI/VI/2009
19 Esa Rejesa 6.678/12/BTNGC/PI/VI/2009
20 Adi Kurniadi 6.679/12/BTNGC/PI/VI/2009
21 Yanto Hardiyanto 6.680/12/BTNGC/PI/VI/2009
22 Fandi Azhar Muharam 6.681/12/BTNGC/PI/VI/2009
23 M.Akbar Ardani 6.682/12/BTNGC/PI/VI/2009
24 Dimas Sendy Anugrah 6.683/12/BTNGC/PI/VI/2009
25 Hafiz Dewanaya Putya 6.684/12/BTNGC/PI/VI/2009
26 Ade Kurniawan 6.685/12/BTNGC/PI/VI/2009
27 Dudi Iskandar 6.686/12/BTNGC/PI/VI/2009
28 Aep Saefulloh 6.687/12/BTNGC/PI/VI/2009
29 Yeni Turtaeni 6.688/12/BTNGC/PI/VI/2009
30 Ribia Tutstsintaiyn 6.689/12/BTNGC/PI/VI/2009
31 Endang Kurniawati 6.690/12/BTNGC/PI/VI/2009
32 Wini Indriani Dewi 6.691/12/BTNGC/PI/VI/2009
33 Ricky Adhitya 6.692/12/BTNGC/PI/VI/2009
34 Hilda Nuriandini 6.693/12/BTNGC/PI/VI/2009
35 Ageng Yuliansyah Pratama6.694/12/BTNGC/PI/VI/2009
36 Agung Slamet Riyadi 6.695/12/BTNGC/PI/VI/2009
37 Ade Hilman Al-Farizi 6.696/12/BTNGC/PI/VI/2009
38 Ihin Solihin 6.697/12/BTNGC/PI/VI/2009
39 Rizky Fajar Zaenudin 6.698/12/BTNGC/PI/VI/2009
40 Maman Suryaman 6.699/12/BTNGC/PI/VI/2009
41 Dudi Permana 6.700/12/BTNGC/PI/VI/2009
42 Ely Suheli 6.701/12/BTNGC/PI/VI/2009
43 Rizki Wahyudin 6.702/12/BTNGC/PI/VI/2009
44 Harie Saktian Yusuf 6.703/12/BTNGC/PI/VI/2009
45 Siti Bayinah 6.704/12/BTNGC/PI/VI/2009
46 Sumini 6.705/12/BTNGC/PI/VI/2009
47 Muhamad Arif Nugroho 6.706/12/BTNGC/PI/VI/2009
48 Lili Budiman 6.707/12/BTNGC/PI/VI/2009
49 Very Heriyanto 6.708/12/BTNGC/PI/VI/2009
50 Aru Faisal Badarudin 6.709/12/BTNGC/PI/VI/2009
51 Ade Kurnia Alipansyah 6.710/12/BTNGC/PI/VI/2009
52 Jaja Subagja 6.711/12/BTNGC/PI/VI/2009
53 Adi Nurdin Imanullah 6.712/12/BTNGC/PI/VI/2009
54 Egi Fikri Ardian 6.713/12/BTNGC/PI/VI/2009
55 Eka Hamdani 6.714/12/BTNGC/PI/VI/2009


ANGGOTA KADER KONSERVASI TINGKAT PEMULA ANGKATAN II

1 Tuti Alawiyah 6.841/12/BTNGC/PL/VI/2010
2 Intan Munik Azibah 6.842/12/BTNGC/PL/VI/2010
3 Geby Otivriyanti 6.843/12/BTNGC/PL/VI/2010
4 Susi Susanti 6.844/12/BTNGC/PL/VI/2010
5 Lasminah 6.845/12/BTNGC/PL/VI/2010
6 Andini Asya Putri 6.846/12/BTNGC/PL/VI/2010
7 Puji Rahayu 6.847/12/BTNGC/PL/VI/2010
8 Iyah Komariah 6.848/12/BTNGC/PL/VI/2010
9 Wati 6.849/12/BTNGC/PL/VI/2010
10 Entin Chotimah 6.850/12/BTNGC/PL/VI/2010
11 Ratna Sumiarti 6.851/12/BTNGC/PL/VI/2010
12 Aminah Maysani Wiyahya 6.852/12/BTNGC/PL/VI/2010
13 Popi Hopipah Paujiah 6.853/12/BTNGC/PL/VI/2010
14 Haris Nurmasyah S.Kom 6.854/12/BTNGC/PL/VI/2010
15 Ryan Darmansyah Intani 6.855/12/BTNGC/PL/VI/2010
16 Nurhayati 6.856/12/BTNGC/PL/VI/2010
17 Deni Ramdani 6.857/12/BTNGC/PL/VI/2010
18 Yadi Kusmayadi 6.858/12/BTNGC/PL/VI/2010
19 Wildan Nurkholis Lapiana6.859/12/BTNGC/PL/VI/2010
20 Muhammad Hambali 6.860/12/BTNGC/PL/VI/2010
21 Andi 6.861/12/BTNGC/PL/VI/2010
22 Iim Saepur Rohim 6.862/12/BTNGC/PL/VI/2010
23 Yoyo Sundoyo 6.863/12/BTNGC/PL/VI/2010
24 Nana Karno 6.864/12/BTNGC/PL/VI/2010
25 Dadi Khamal Riyadi 6.865/12/BTNGC/PL/VI/2010
26 Muhammad Haqqiyuddin R. 6.866/12/BTNGC/PL/VI/2010
27 Figur Humani 6.867/12/BTNGC/PL/VI/2010
28 Romi Ragubta Kurniawan 6.868/12/BTNGC/PL/VI/2010
29 Maulana Safe'i 6.869/12/BTNGC/PL/VI/2010
30 Risa Januarti 6.870/12/BTNGC/PL/VI/2010

11 Mei, 2011

SINKRONISASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Selain bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat, pemberdayaan masyarakat juga bertujuan menumbuhkembangkan kemandirian serta kreatifitas masyarakat dalam menciptakan peluang lapangan kerja. Apabila diamati, pemerintah sangat konsen terhadap pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang saat ini mencapai % (kementerian Sosial, 2010) dengan berbagai program diantaranya PNPM Mandiri oleh Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat, Desa Peradaban oleh Kementerian Sosial, Bantuan Operasional Sekolah oleh Kementerian Pendidikan Nasional, Jaminan Kesehatan Masyarakat oleh Kementerian Kesehatan, Desa Wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Budaya dan Model Desa Konservasi (MDK) oleh Kementerian Kehutanan. Bila dihitung-hitung, dalam 1 wilayah/desa/kabupaten sudah masuk anggaran yang cukup besar dalam rangka pengentasan kemiskinan namun yang terjadi di lapangan program tersebut belum sepenuhnya menyentuh kepada sasaran utama.

Menyikapi hal tersebut, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mengadakan kegiatan Sinkronosasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka yang melibatkan dinas/instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberdayakan masyarakat. untuk Kabupaten Kuningan dilaksanakan pada tanggal 25 April 2011 di hotel ayong, sedangkan di Kabupaten Majalengka dilaksanakan pada tanggal 26 April 2011 di Hotel Putra Jaya. Audiens yang diundang diantaranya Komisi B DPRD, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Pariwisata Alam dan Budaya, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Badan pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Tk Kecamatan yang berbatasan dengan kawasan TNGC, dan Bappeda. Pemateri dalam kegiatan ini adalah Balai TNGC, Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Maksud diadakan kegiatan sinkronisasi ini adalah menyelaraskan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa penyangga TNGC yang diprioritaskan kepada masyarakat eks penggarap.

Dalam menangani permasalahan perambahan di dalam kawasan TNGC yaitu penggunaan lahan untuk pertanian dan perkebunan oleh masyarakat memerlukan kerjasama yang baik dengan pemerintah daerah khususnya dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dikarenakan jumlah penggarap cukup banyak yaitu 4.553 orang dari 3.060 KK lingkup Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Dari 4.553 orang tersebut, hanya yang memiliki modal dan lahan terbatas yang menjadi prioritas sasaran pemberdayaan masyarakat sehingga output dapat dicapai sesuai dengan rencana.

Adapun hasil kegiatan sinkronisasi yaitu penyusunan kegiatan pemberdayaan masyarakat tahun 2011 dan 2012 yang menjadi acuan dan pedoman pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, pembagian peran antar pihak apabila ada sasaran program yang sama, menyamakan persepsi mengenai sasaran pemberdayaan masyarakat yang harapannya sama dengan TNGC bahwa sasaran utama saat ini adalah masyarakat eks penggarap. TNGC sudah membentuk 6 Lembaga MDK (Model Desa Konservasi) yaitu Desa Karang Sari, Sankanerang, Cisantana (Kab Kuningan) dan Desa Bantaragung, Gunung Wangi dan Cipulus (Kab Majalengka). Apabila dikemudian hari, dinas/instansi lain merencanakan pembentukan Lembaga MDK/kelompok di desa-desa tersebut diharapkan agar tidak membentuk kembali Lembaga MDK/kelompok namun difasilitasi dengan penguatan kapasitas kelembagaan tersebut dengan berbagai variasi kegiatan sesuai dengan potensi wilayah.

OLEH NISA SYACHERA, S. HUT
PENYULUH KEHUTANAN