Model Desa Konservasi (MDK) merupakan program Kementerian Kehutanan yang telag berlangsung sejak tahun 2006. Pembangunan MDK merupakan upaya konkrit pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi tiga kegiatan pokok yaitu pemberdayaan masyarakat, penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi.
Tujuan pembangunan MDK untuk masyarakat di desa penyangga sekitar kawasan konservasi yaitu dari aspek ekologi/lingkungan, yang dapat meminimalisir gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi, menambah areal serapan air jika terletak dibagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui kegiatan MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang.
Saat ini, Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah memiliki 3 (tiga) desa yang dijadikan MDK yaitu Desa Pajambon Kab Kuningan, Desa Bantaragung dan Desa Sangiang Kab Majalengka yang pelaksanaan kegiatannya difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat dengan adanya kebun bibit desa. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sebelumnya diusulkan oleh masyarakat setelah adanya penggalian potensi desa.
Potensi yang dimiliki kawasan TNGC dan daerah penyangga cukup beragam diantaranya jasa lingkungan air dan wisata alam, keanekaragaman hayati, dan kerajinan tangan dan pangan. Dari semua potensi tersebut dapat dipadukan menjadi satu produk “Desa Konservasi”. Desa konservasi adalah desa dimana masyarakatnya menjalankan keseluruhan aktivitas atau kegiatan kesehariannya dengan kegiatan yang bersifat konservasi. Hal yang paling mudah dilakukan adalah mengumpulkan dan mengolah sampah rumah tangga, menanam apotek hidup di pekarangan rumah dan menanam pepohonan baik di sepanjang jalan desa maupun di pekarangan rumah agar suasana rumah menjadi rindang. Pengolahan sampah rumah tangga dapat dipilah dari sampah organik dan non organik, dimana sampah organik dapat diolah menjadi pupuk yang kemudian dapat dijual kepada masyarakat yang membutuhkan dan sampah anorganik dapat dijual ke usaha daur ulang.
Bagi desa penyangga yang berbatasan dengan kawasan TNGC yang memiliki obyek wisata alam, masyarakat dapat mengambil peluang dengan menjual jasa kepada para pengunjung dengan menjadi guide/pemandu wisata. Peran pemandu wisata atau biasa lebih dikenal interpreter menjadi sangat penting khususnya dalam pengembangan obyek wisata alam. Interpreter bertugas memberikan informasi kepada pengunjung mengenai potensi obyek wisata alam, sejarah lokasi obyek wisata alam dan lain sebagainya. Dengan adanya interpreter, pengunjung akan mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan lebih, selain mendapatkan keindahan alam yang menjadi obyek utama wisata alam. Harapan ke depan agar semua desa penyangga di kawasan TNGC dapat menjadi desa konservasi yang dapat mengembangkan potensi yang ada.
*)Apo
Polisi Kehutanan TNGC
2 komentar:
informasi yg bagus...
btw, ada peluang bagi peneliti atau mahasiswa yg ingin melakukan penelitian ttg desa konservasi gak? kemana surat ijinnya ditujukan? atau kontak personnya.. thx
bisa, disampaikan saja kepada Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai sebagaimana alamat yang tertera pada blog ini terima kasih
Posting Komentar