Saat ini, program pemberdayaan masyarakat merupakan program yang gencar dilakukan berbagai pihak. Mulai dari instansi pemerintah, swasta, LSM bahkan sampai pemberian dana hibah dari pemerintah negara lain. Salah satu tujuan program pemberdayaan masyarakat adalah mengentaskan kemiskinan yang terus dialami masyarakat Indonesia sampai saat ini. Berdasarkan data NRM tahun 2005, jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 49,5 juta dimana 21 % diantaranya merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Hal tersebut disebabkan kurangnya akses yang dimiliki masyarakat sekitar hutan khususnya untuk mengenyam pendidikan. Selain itu, mayoritas masyarakat yang tinggal di sekitar hutan adalah masyarakat adat yang enggan beradaptasi dengan budaya yang baru (modern) sehingga makin memperjelas perbedaan masyarakat di sekitar hutan dan masyarakat kota.
Salah satu kawasan hutan adalah kawasan konservasi yang mempunyai tujuan utama perlindungan dan pengawetan plasma nutfah. Namun dengan berjalannya waktu maka paradigma konservasi mulai berkembang yaitu dengan adanya pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan konservasi. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) sebagai salah satu kawasan konservasi berusaha untuk mengoptimalkan fungsinya dalam perlindungan, pengawetan plasma nutfah dan pemanfaatan secara lestari. Hal ini bertujuan agar kelestarian ekologi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat seimbang. Jumlah desa yang berada di sekitar kawasan TNGC mencapai 45 desa yang terdiri dari 27 desa di Kabupaten Kuningan dan 18 desa di Kabupaten Majalengka. Tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas masyarakat memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan TNGC sehingga kondisi kawasan saat ini mengalami tekanan yang tinggi. Lahan kritis yang semakin meluas mengakibatkan hilangnya fungsi kawasan sebagai fungsi konservasi yang tanpa disadari hal tersebut dapat merugikan masyarakat sekitar kawasan.
Menyikapi hal tersebut, Balai TNGC telah melakukan upaya penanganan mulai dari cara preemtif sampai preventif. Salah satunya adalah dengan menyusun program pemberdayaan masyarakat. Namun perlu digaris bawahi, program pemberdayaan ini harus sinergis dengan kelestarian kawasan TNGC, jangan sampai program pemberdayaan diberikan namun penggarapan lahan di dalam kawasan terus dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, arah program pemberdayaan yang nanti akan dilakukan menggunakaan sistem reward. Sistem reward adalah pemberian penghargaan bagi desa yang berada sekitar kawasan TNGC yang berprestasi dan berperan dalam pelestarian kawasan. Penghargaan yang diberikan berupa program pemberdayaan masyarakat.
Untuk itu, kami sampaikan kepada masyarakat desa penyangga TNGC untuk berlomba-lomba memberikan peranan untuk mendukung kelestarian kawasan TNGC. Selain mendapatkan penghargaan dari pemerintah, masyarakat juga akan mendapatkan berkah dari Sang Khalik penguasa alam semesta.
*)Oleh : Jojo Suparjo
Polisi Kehutanan TNGC
“Terwujudnya kelestarian TNGC sebagai sumber air utama untuk kehidupan dan kesejahteraan masyarakat ”.
Salam Konservasi,
Ini adalah blog dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Blog ini merupakan sarana informasi tentang Taman Nasional Gunung Ciremai, baik dari sisi perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan.
Selain itu kami harapkan blog ini dapat kita jadikan sarana diskusi maupun rembug saran bagi pihak-pihak yang peduli akan keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai.
27 Juli, 2010
12 Juli, 2010
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT TNGC *)
Tumbuhan obat merupakan spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan plasma nutfah didalamnya, yang merupakan salah satu alasan utama dalam pengusulan kawasan hutan Gunung Ciremai sebagai taman nasional. Keanekaragaman ekosistem berdasarkan ketinggian, menyebabkan tingginya keanekaragaman plasma nutfah yaitu flora dan fauna. Beraneka ragam penelitian yang telah dilakukan baik lembaga pendidikan maupun swasta mengenai potensi flora fauna beserta kegunaannya belum sampai pada tahap pengembangan pemanfaatan. Salah satu potensi yang belum dikembangkan adalah pemanfaatan jenis tumbuhan obat bernilai ekonomi tinggi. Potensi pengembangan tumbuhan obat dapat menjadi salah satu alternatif mata pencahariaan bagi masyarakat khususnya masyarakat penggarap.
Baru baru ini, Balai TNGC telah bekerjasama dengan Akademi Farmasi Muhammadiyah Kuningan dalam rangka pengembangan kebun koleksi tumbuhan obat TNGC. Langkah ini merupakan langkah tepat yang diberikan lembaga pendidikan untuk berkontribusi dalam ikut serta pengelolaan kawasan TNGC. Perjanjian tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Seminar Pada hari Sabtu tanggal 19 Juni 2010 dalam rangka peningkatan penggunaan obat herbal bagi masyarakat. Peserta yang menghadiri seminar tersebut berasal dari berbagai kalangan baik akademisi, perusahaan obat sampai pemerintah daerah maupun pusat. Pada seminar tersebut, dinarasumberi oleh profesor dari Universitas Padjajaran dan Universitas Ahmad Dahlan serta seorang dokter. Dalam seminar tersebut, narasumber menyampaikan bahwa peranan tumbuhan obat sebagai obat herbal yang merupakan warisan nenek moyang, memiliki khasiat yang sama dengan obat modern (obat kimia) berdasarkan pengalaman masing-masing narasumber yang juga merupakan produsen dalam pembuatan obat herbal.
Dengan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai obat herbal dapat mendukung upaya pemberdayaan masyarakat yang bersinergis dengan pengelolaan jenis genetik kawasan. Saat ini, program pemberdayaan masyarakat yang digulirkan, pengaruhnya belum sampai kepada pengelolaan kawasan TNGC. Banyak sekali potensi tumbuhan obat yang dapat dikembangkan seperti yang dilakukan beberapa kawasan taman nasional lainnya. Banyak sekali potensi tumbuhan obat yang dapat dikembangkan, salah satu jenis tumbuhan yang sangat potensial untuk tumbuhan obat adalah Kemuning yang merupakan tumbuhan khas Lembah Cilengkrang. Namun budidaya dan pengembangan tumbuhan obat yang berasal dari kawasan TNGC perlu izin dari pihak Balai TNGC.
*) Oleh : Nisa Syachera Febriyanti, S. Hut
Penyuluh Kehutanan TNGC
02 Juli, 2010
KERJA SAMA PENELITIAN TNGC DAN LEMBAGA PENDIDIKAN *)
Pada tanggal 10 Juni 2010 yang lalu di kantor Balai Taman Nasional Gunung Ciremai telah disepakati perjanjian kerja sama penelitian antara Balai TNGC dan Universitas Kuningan (UNIKU) dalam hal rehabilitasi kawasan dan kajian sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGC untuk mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kerja sama ini tentunya sangat mendukung tugas dan fungsi Balai TNGC dalam pengelolaan kawasan konservasi Gunung Ciremai yang saat ini sedang fokus dalam hal penghentian kegiatan perambahan dalam kawasan yang selanjutnya tentu perlu didukung oleh kegiatan pemberdayaan masyarakat. Adanya kajian sosial ekonomi masyarakat yang akan dilakukan oleh UNIKU tentunya akan dapat membantu dalam hal penyediaan data sosial ekonomi masyarakat sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan terutama kepada masyarakat bekas penggarap di dalam kawasan TNGC.
Prioritas kegiatan Balai TNGC dalam rehabilitasi kawasan diarahkan dalam upaya untuk mengurangi luasan lahan kritis yang saat ini luasannya sekitar 60% dari luasan kawasan TNGC yang totalnya seluas 15.500 ha. Luasan lahan kritis ini sebagian besar disebabkan oleh kegiatan perambahan yang membuka lahan hutan untuk kegiatan pertanian sayuran dan juga disebabkan oleh kejadian kebakaran hutan yang rutin terjadi di kawasan TNGC. Meskipun sejak tahun 2006, Balai TNGC telah melakukan kegiatan rehabilitasi kawasan melalui penanaman bibit tanaman lokal endemik tetapi hingga saat ini tingkat keberhasilannya masih belum dapat dirasakan. Adanya kerja sama penelitian dengan UNIKU ini diharapkan dapat diketahui metode dan teknik rehabilitasi yang baru yang dapat diterapkan sehingga tingkat keberhasilan RHL dapat lebih tinggi. Satu hal lainnya yang menarik dari kegiatan RHL ini adalah bahwa untuk mendukung kegiatan ini diperlukan peran serta masyarakat mulai dari pembibitan, penanaman hingga pemeliharaan. Bila dihubungkan dengan pemberdayaan masyarakat tentunya kegiatan RHL ini juga merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan TNGC.
Dilain pihak hubungan kerja sama antara BTNGC dengan Akademi Farmasi Muhamadiyah dilakukan dalam rangka pembuatan kebun koleksi tanaman obat. Untuk tahun-tahun pertama maka kegiatan kerja sama akan diarahkan pada upaya pembangunan kebun pembibitan tanaman obat yang berasal dari kawasan TNGC. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BTNGC jumlah tanaman obat yang telah teridentifikasi berjumlah 50 jenis tanaman obat sedangkan berdasarkan data dari Akademi Farmasi Muhamadiyah jumlah tanaman obat adalah 70 jenis tanaman. Perbedaan data ini tentunya dapat lebih dikembangkan dalam kegiatan identifikasi tanaman sehingga jenis-jenis baru yang memiliki indikasi dapat berguna sebagai tanaman obat dapat diketahui dan dimanfaatkan untuk masyarakat. Apabila pembangunan kebun bibit ini dapat berjalan dengan baik maka ada peluang yang dapat dikembangkan kegiatan pembibitan tanaman obat secara komersial dengan menggandeng kerja sama dengan perusahaan obat ataupun pabrik-pabrik jamu yang membutuhkan bahan baku tanaman obat ini. Walaupun demikian terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, pembangunan kebun bibit tanaman obat tetap harus sesuai dengan aturan yang ada, misalnya bibit tanaman obat yang ditanam hanya diperbolehkan untuk jenis-jenis lokal Gunung Ciremai.
Harapannya dengan adanya kebun bibit tanaman obat ini tentunya dapat pula dikembangkan bersama dengan masyarakat, sehingga kebutuhan industri tanaman obat juga dapat disuplai oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC. Bagi pihak BTNGC sendiri, adanya kerja sama ini sangat mendukung kegiatan pengelolaan TNGC sehingga bentuk-bentuk kerja sama dengan lembaga dan institusi lain juga sangat diharapkan terutama terkait dengan pengelolaan kawasan wisata dan juga pengelolaan jasa lingkungan yang ada di TNGC.
*) Oleh : Mufti Ginanjar, S.Pi, M.T, M. Sc
Pengendali Ekosistem Hutan TNGC
Prioritas kegiatan Balai TNGC dalam rehabilitasi kawasan diarahkan dalam upaya untuk mengurangi luasan lahan kritis yang saat ini luasannya sekitar 60% dari luasan kawasan TNGC yang totalnya seluas 15.500 ha. Luasan lahan kritis ini sebagian besar disebabkan oleh kegiatan perambahan yang membuka lahan hutan untuk kegiatan pertanian sayuran dan juga disebabkan oleh kejadian kebakaran hutan yang rutin terjadi di kawasan TNGC. Meskipun sejak tahun 2006, Balai TNGC telah melakukan kegiatan rehabilitasi kawasan melalui penanaman bibit tanaman lokal endemik tetapi hingga saat ini tingkat keberhasilannya masih belum dapat dirasakan. Adanya kerja sama penelitian dengan UNIKU ini diharapkan dapat diketahui metode dan teknik rehabilitasi yang baru yang dapat diterapkan sehingga tingkat keberhasilan RHL dapat lebih tinggi. Satu hal lainnya yang menarik dari kegiatan RHL ini adalah bahwa untuk mendukung kegiatan ini diperlukan peran serta masyarakat mulai dari pembibitan, penanaman hingga pemeliharaan. Bila dihubungkan dengan pemberdayaan masyarakat tentunya kegiatan RHL ini juga merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan TNGC.
Dilain pihak hubungan kerja sama antara BTNGC dengan Akademi Farmasi Muhamadiyah dilakukan dalam rangka pembuatan kebun koleksi tanaman obat. Untuk tahun-tahun pertama maka kegiatan kerja sama akan diarahkan pada upaya pembangunan kebun pembibitan tanaman obat yang berasal dari kawasan TNGC. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BTNGC jumlah tanaman obat yang telah teridentifikasi berjumlah 50 jenis tanaman obat sedangkan berdasarkan data dari Akademi Farmasi Muhamadiyah jumlah tanaman obat adalah 70 jenis tanaman. Perbedaan data ini tentunya dapat lebih dikembangkan dalam kegiatan identifikasi tanaman sehingga jenis-jenis baru yang memiliki indikasi dapat berguna sebagai tanaman obat dapat diketahui dan dimanfaatkan untuk masyarakat. Apabila pembangunan kebun bibit ini dapat berjalan dengan baik maka ada peluang yang dapat dikembangkan kegiatan pembibitan tanaman obat secara komersial dengan menggandeng kerja sama dengan perusahaan obat ataupun pabrik-pabrik jamu yang membutuhkan bahan baku tanaman obat ini. Walaupun demikian terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, pembangunan kebun bibit tanaman obat tetap harus sesuai dengan aturan yang ada, misalnya bibit tanaman obat yang ditanam hanya diperbolehkan untuk jenis-jenis lokal Gunung Ciremai.
Harapannya dengan adanya kebun bibit tanaman obat ini tentunya dapat pula dikembangkan bersama dengan masyarakat, sehingga kebutuhan industri tanaman obat juga dapat disuplai oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC. Bagi pihak BTNGC sendiri, adanya kerja sama ini sangat mendukung kegiatan pengelolaan TNGC sehingga bentuk-bentuk kerja sama dengan lembaga dan institusi lain juga sangat diharapkan terutama terkait dengan pengelolaan kawasan wisata dan juga pengelolaan jasa lingkungan yang ada di TNGC.
*) Oleh : Mufti Ginanjar, S.Pi, M.T, M. Sc
Pengendali Ekosistem Hutan TNGC
Langganan:
Postingan (Atom)